Tuesday, March 26, 2013

Sporangium



Teruntuk kapas-kapas putih yang bergelantungan di langit, Maha besar Allah yang menciptakanmu, menciptakan perubahan yang setiap detik menyelimuti milyaran penduduk bumi, meski mereka tak selalu menyadari.
Dirancangnya perubahan itu dengan sebaik-baik rancanganNya, sehingga siapapun akan merasa tertarik mendengar dan membicarakannya. Keduanya sama dengan menuai sedikit demi sedikit mimpi yang telah menjadi nyata lalu kamu merayakannya dengan minum kopi bersama bapak di pagi hari sambil membicarakan hal-hal absurd di masa depan. 

Ketika mendengar nama Makkah Al Mukarramah, maka bergidiklah jasad mengingat sebuah masjid agung nan kokoh yang tidak pernah “tidur”. Di saat yang sama, mata dicengangkan dengan membludaknya jamaah shalat Jum’at di London sampai-sampai jalanan pun mereka gunakan untuk shalat. Di Palestina, kiblat pertama umat Islam masih berdiri kokoh di tengah gempuran-gempuran senjata para pencuri kekuasaan, orang-orang menyebutnya bangsa kera. Di belahan bumi yang lain, keberadaan masjid-masjid sibuk melayani sekitar 3,5 juta penduduk Muslim Jerman yang menempatkannya sebagai negara kedua di Eropa setelah Prancis dengan jumlah warga Muslim yang paling banyak. Semoga Ozil adalah salah satu yang tak dilupakan. Dan Suriah, sebuah negeri tempat revolusi berkobar, semangat kembali kepada Islam pun turut berkibar.


Lalu jauh di seberang samudera, terkenanglah sebuah negeri paru-paru dunia. Penduduknya ramah, bertahtakan kearifan lokal budaya. Manusia-manusianya sibuk bekerja, belajar, dan beramal. 
Di negeri itu, semakin banyak manusia yang menyeru dan memperjuangkan kebenaran. Di parlemen, di kantor, di kampus-kampus, di sekolah-sekolah, di masjid-masjid, sampai di tempat-tempat dagang kaki lima. 

Semuanya berubah. Sedikit demi sedikit. Namun niscaya. Seniscaya ketika perubahan itu mesti menyisakan rasa sakit di ulu hati. Juga seperti ketika merangkak di atas batu-batu kerikil demi sebuah tujuan yang mulia. Maka fitnah, hujatan, cacian, makian adalah bumbu-bumbu penyedap yang membuat mereka pantang hengkang sebelum waktunya.

Menghadirkan pemandangan indah. Seindah dengan menyaksikan sendiri seorang perempuan di dekatmu yang baru saja mengambil keputusan besar dalam hidupnya dengan berani menghentikan hubungan bernama pacaran sebelum menikah, lalu disusulnya dengan komitmen merapikan hijab.
Ah, betapa nikmat hidayah itu tak bisa dibayar dengan apapun di dunia ini. 

Lalu kita, masih saja disuguhkan dengan pilihan di depan mata. Betah dengan tetap menjadi penonton? Atau bergegas di garda depan dengan identitas baru sebagai pelaku. Pelaku perubahan. Sederhana, bukan ?!

No comments:

Post a Comment

Menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka :')