Teruntuk
kapas-kapas putih yang bergelantungan di langit, Maha besar Allah yang
menciptakanmu, menciptakan perubahan yang setiap detik menyelimuti milyaran
penduduk bumi, meski mereka tak selalu menyadari.
Dirancangnya
perubahan itu dengan sebaik-baik rancanganNya, sehingga siapapun akan merasa
tertarik mendengar dan membicarakannya. Keduanya sama dengan menuai sedikit
demi sedikit mimpi yang telah menjadi nyata lalu kamu merayakannya dengan minum
kopi bersama bapak di pagi hari sambil membicarakan hal-hal absurd di masa
depan.
Ketika
mendengar nama Makkah Al Mukarramah, maka bergidiklah jasad mengingat sebuah
masjid agung nan kokoh yang tidak pernah “tidur”. Di saat yang sama, mata
dicengangkan dengan membludaknya jamaah shalat Jum’at di London sampai-sampai
jalanan pun mereka gunakan untuk shalat. Di Palestina, kiblat pertama umat
Islam masih berdiri kokoh di tengah gempuran-gempuran senjata para pencuri
kekuasaan, orang-orang menyebutnya bangsa kera. Di belahan bumi yang lain, keberadaan
masjid-masjid sibuk melayani sekitar 3,5 juta penduduk Muslim Jerman yang
menempatkannya sebagai negara kedua di Eropa setelah Prancis dengan jumlah
warga Muslim yang paling banyak. Semoga Ozil adalah salah satu yang tak
dilupakan. Dan Suriah, sebuah negeri tempat revolusi berkobar, semangat kembali
kepada Islam pun turut berkibar.
Lalu
jauh di seberang samudera, terkenanglah sebuah negeri paru-paru dunia.
Penduduknya ramah, bertahtakan kearifan lokal budaya. Manusia-manusianya sibuk
bekerja, belajar, dan beramal.
Di negeri
itu, semakin banyak manusia yang menyeru dan memperjuangkan kebenaran. Di
parlemen, di kantor, di kampus-kampus, di sekolah-sekolah, di masjid-masjid,
sampai di tempat-tempat dagang kaki lima.
Semuanya
berubah. Sedikit demi sedikit. Namun niscaya. Seniscaya ketika perubahan itu
mesti menyisakan rasa sakit di ulu hati. Juga seperti ketika merangkak di atas
batu-batu kerikil demi sebuah tujuan yang mulia. Maka fitnah, hujatan, cacian,
makian adalah bumbu-bumbu penyedap yang membuat mereka pantang hengkang sebelum
waktunya.
Menghadirkan
pemandangan indah. Seindah dengan menyaksikan sendiri seorang perempuan di
dekatmu yang baru saja mengambil keputusan besar dalam hidupnya dengan berani
menghentikan hubungan bernama pacaran sebelum menikah, lalu disusulnya dengan
komitmen merapikan hijab.
Ah,
betapa nikmat hidayah itu tak bisa dibayar dengan apapun di dunia ini.
Lalu
kita, masih saja disuguhkan dengan pilihan di depan mata. Betah dengan tetap
menjadi penonton? Atau bergegas di garda depan dengan identitas baru sebagai pelaku.
Pelaku perubahan. Sederhana, bukan ?!
No comments:
Post a Comment
Menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka :')