Nyaris
sepuluh tahun saya tidak melirik apalagi sampai menonton drama Korea. Sekitar tahun
2011, saya mengkhatamkan drama Korea “Boys Before Flower” dan itu membuat saya “trauma”.
Saya yang terlalu terbawa perasaan saat menonton setiap episodenya memutuskan
hubungan dengan drama Korea manapun untuk membuat mental saya lebih sehat. Haha
Lalu
di sebuah grup Whatsapp, sahabat saya merekomendasikan drama Korea
berjudul “Birthcare Center” yang rilis tahun 2020 ini. Katanya bagus karena mengangkat
tema kehidupan perempuan post partum. Baik, saya tertarik. Mumpung anak-anak
juga sedang di rumah neneknya, maka saya menelusuri drama Korea tersebut lalu
menonton habis sebanyak 8 episode di sebuah aplikasi layanan video over-the-top.
Secara garis besar, drama Korea ini mengangkat kisah seorang perempuan (Hyun
Jin) yang berprofesi sebagai direktur pelaksana termuda di perusahaannya. Akan tetapi,
sosok mudanya berkebalikan ketika ia dinyatakan hamil pada usia berisiko (42
tahun). Menjelang persalinan, ia masih rutin ke kantor dan mengerjakan beberapa
proyek perusahaan. Karena kesibukannya, ia bahkan diwakili senam hamil oleh
suaminya. Bisa dikatakan ia tidak cukup memberdayakan dirinya dalam persiapan
kelahiran buah hatinya. Hingga beberapa jam sebelum melahirkan, ia masih sempat
bertemu dengan kolega dari perusahaan lain dan saat di depan koleganya itulah air
ketubannya pecah. Belum juga ia sempat menandatangani kontrak hubungan kerja,
ia segera menuju rumah sakit untuk persiapan melahirkan. Panjang cerita, ia
mengalami beberapa kesulitan terutama saat proses mengedan hingga buah hatinya
lahir dengan selamat.
Babak
baru dimulai. Setelah keluar dari rumah sakit, ia mengusahakan pemulihan di
salah satu Birthcare Center (Pusat Perawatan Pasca Melahirkan) dan
bertemu beberapa perempuan yang juga baru saja menjalani proses melahirkan sang
buah hati. Tempat tersebut lebih mirip seperti tempat belajar menjadi ibu baru.
Bedanya terletak pada, di tempat itu masih banyak “bala bantuan” yang
diberikan. Ibu post partum memiliki banyak waktu untuk beristirahat karena
para bayi dipegang oleh beberapa perawat senior. Ibu dan bayi bertemu ketika
waktu menyusui tiba. Rasa insecure muncul pertama kali ketika Hyun Jin
merasa tidak mampu memberikan ASI kepada bayinya. Cukup lama ia berusaha dan
merasakan kesakitan hingga mampu menyetok ASI itu kepada bayinya. Konflik terjadi
ketika di dalam Birthcare Center tersebut ada kubu ASI dan kubu Susu Formula.
Kenyataan yang membuat Hyun Jin sebagai ibu baru sekaligus wanita karir menjadi
semakin bingung menentukan pilihan dengan semua pertimbangan yang telah ia
pikirkan.
Jo Eun Jung,
seorang ibu senior meski usianya jauh lebih mudah dibandingkan Hyun Jin, menjadi
pusat perhatian para ibu di Birthcare Center tersebut. Ia tampil sebagai
sosok ibu yang sempurna dengan berbagai penilaian istimewa dari para ibu. Mampu
melahirkan normal dua anak kembar sebelumnya, memberikan ASI selama 2 tahun, bentuk
tubuh yang tetap ideal, dan penampilan yang tetap terawat mampu menjadikan
ibu-ibu yang lain insecure terhadap dirinya sendiri, tak terkecuali Hyun Jin. Selain
itu, Jo Eun Jung menguasai teori pengasuhan dengan sangat baik serta selalu memperlihatkan
kondisi keluarga harmonis di hadapan ibu-ibu yang lain. Sungguh sempurna!
Episode
demi episode berlanjut, hingga sampai pada konflik-konflik yang dihadapi para
ibu di balik karakternya masing-masing. Konflik internal sesama ibu karena
perbedaan persepsi dalam mengasuh anak serta konflik keluarga yang selama ini disembunyikan
akhirnya muncul satu per satu. Hyun Jin yang tetap merasa tidak becus menjadi
seorang ibu, menjalani hari-harinya di Birthcare Center dengan cukup
baik. Di beberapa episode, ia tampil sebagai problem solver bagi ibu-ibu
lain di tempat tersebut. Di episode yang lain, ia harus berhadapan dengan isu
perselingkuhan suami di saat-saat di mana dukungan suami amat ia butuhkan. Hiks
Sedangkan
Jo Eun Jung, mulai merasa tidak mampu memakai “topeng kesempurnaannya”. Ia merasa
jauh dari bahagia. Kesempurnaan pengasuhan yang membuatnya dikagumi, menyimpan
garis hitam di sebaliknya, ia nyatanya tak mampu mengontrol penuh “kenakalan” kedua
anak kembarnya. Keharmonisan keluarga yang selama ini ia tampilkan, hanyalah
fatamorgana yang membuatnya sadar bahwa ia tidak boleh terus-menerus seperti
itu. Ia harus memeluk dirinya sendiri dan bahagia dengan apa adanya dirinya.
Di
akhir episode, setelah beberapa konflik yang menghiasi, para ibu lulusan Birthcare
Center bersiap-siap pulang ke rumah masing-masing. Babak baru pengasuhan
tahap kedua dimulai. Di mana tidak ada lagi “bala bantuan” seperti saat masih
di Birthcare Center. Meski sering terlibat konflik satu sama lain, para
ibu akhirnya menjadi teman berbagi dalam hal pengasuhan anak. Hal ini nampak “real
life” sekali. Bahwa di balik segala perbedaan pengasuhan yang kita yakini,
bagaimanapun kita akan sangat butuh sosok teman berbagi. Teman yang juga
merasakan kegetiran yang sama dalam perjalanan mengasuh sang buah hati.
Saya
rasa, banyak pesan yang ingin disampaikan drama ini kepada para orang tua dan
calon orang tua di luar sana. Meski banyak adegan yang dibuat lucu, tapi tidak
mengurangi ironi dan kegetiran yang ingin disampaikan dalam drama ini. Pelan-pelan,
dunia akan memahami, bahwa menjadi ibu bukanlah pekerjaan mudah. Menjadi ibu, mengharuskan
kita untuk banyak belajar. Setiap ibu pasti tahu yang terbaik untuk buah
hatinya, sehingga sudah sepantasnya agar ia tidak mendapat penghakiman dari
siapapun. Sesama perempuan, sudah selayaknya untuk saling mendukung bukannya
saling menjatuhkan. Yang tidak kalah penting adalah seorang ibu harus bahagia
agar anak-anaknya juga bahagia. Para suami tolong dicatat baik-baik!
Jika
ditanya siapakah sosok ibu sempurna di drama ini? Jawabannya TIDAK ADA. Begitupun
di dunia ini. Tak akan mampu seorang ibu menjadi yang sempurna. Yang ada
adalah, seorang ibu yang terus berusaha memberikan hal terbaik untuk
anak-anaknya. Begitu banyak impian yang ditunda demi sang buah hati. Begitu banyak
rasa sakit dan pengorbanan yang diberikan agar keluarga menjadi yang prioritas.
Maka, hargailah mereka. Berlaku lemah lembutlah. Jangan pernah engkau menuang
perih di kedalaman hati mereka.
Selamat
mendulang hikmah! 😊