Monday, September 22, 2014

Genting.



Perlahan namun pasti, Genting memasuki koridor pribadinya. Menemui saya yang sudah beberapa jam menunggunya. Kini, kami berjalan berdampingan. Saling melihat tanpa kata-kata.  Berjalan pelan-pelan menuju ruang dan masanya. 

Bagi saya, Genting ini terlalu cepat datangnya. Mungkin dia tidak ingat bahwa saya adalah penunggu yang ulung. Tapi baiklah, terlalu cepat ia datang berarti akan cepat pula ia pergi. Genting, dalam harapan saya adalah sosok yang baik. Meski ia terlalu cepat datang, sebenarnya ia hendak mengevaluasi saya. Jadi bertemu dengannya adalah waktu yang pas menakar sejauh mana usaha, kerja keras, dan kebermanfaatan saya selama ini. 

Detik ini, saya masih bersama Genting. Ia masih berjalan-jalan di dalam ruang dan masanya, di selubung otak saya. 

Saya berjanji pada diri sendiri, bahwa Genting akan memberi saya gulungan cerita yang manis di tengah kemarau yang langgeng ini. Hidup memanglah penuh rahasia. Tugas saya adalah menyingkapnya satu-satu, dengan mata dan hati yang selalu terbuka. 

Dan Genting, mudah-mudahan dia cepat pergi.

Rumit



Tidak ada manusia yang tidak rumit. Maka, Maha Besar Allah yang Maha Memahami setiap makhluknya.
Dulu, waktu mahasiswa, inginnya cepat-cepat selesai. Pas selesai, eh, rasa-rasanya ingin kuliah lagi.
Pas kuliah lagi, maunya selesai tepat waktu. Pas selesai, rasa-rasanya kok ingin kuliah lagi?

Terus, apa sebenarnya mau saya?
“Apapun! Yang penting sama kamu!!!”. Hueks.

Tunggu! Siapa yang barusan bicara ?