_ Sebuah perjalanan akan “menguliti”
seseorang _
(Khalifah Umar Bin Khattab)
Cerita yang paling menarik adalah
cerita tentang sebuah perjalanan. Seseorang yang baru saja mengadakan sebuah
perjalanan tidak akan merasa tenang sebelum menceritakan apa, bagaimana, dan
bilamana perjalanan itu dilakukan. Apa yang mereka temui dan apa yang mereka
rasakan akan mudah terangkai dengan indah menjadi sesuatu yang membuat
orang-orang yang membaca atau mendengar cerita itu memberikan reaksi yang
berbeda-beda. Ada yang terbius untuk melakukan perjalanan yang sama, atau
sekedar muka pengen tanpa bisa berbuat apa-apa. Pernyataan terakhir dianggap
sebagai sesuatu yang mengenaskan. Wajah-wajah orang yang merasakannya akan terlihat
sangat memprihatinkan. Situasi “muka pengen tanpa bisa berbuat apa-apa”
ternyata pun disebabkan oleh berbagai hal. Ada yang disebabkan karena faktor biaya,
faktor kesibukan, dan faktor mahram.
Khalifah Umar Bin Khattab Radhiyallahu
anhu pernah berkata bahwa “janganlah
engkau merasa bahwa engkau telah mengenal orang lain dengan baik jika engkau
belum pernah melakukan perjalanan bersamanya”. Mungkin ini sebabnya mengapa
khalifah Umar sampai menyebut bahwa perjalanan bisa menguliti seseorang. Lebih
tepatnya menguliti kepribadian seseorang. Dalam sebuah perjalanan, kepekaan dan
kepedulian adalah hal yang paling dituntut. Bukan hanya kepada rekan
seperjalanan kita, tetapi kepekaan dan kepedulian juga patut diberikan kepada
apapun dan siapapun yang kita temui dalam perjalanan tersebut. Kita dituntut
untuk tidak merusak esensi perjalanan. Dari situlah, tanpa kita sadari sebuah
perjalanan akan menjadi momentum evaluasi diri bagi para musafirnya.
Sebuah perjalanan, sengaja atau tidak,
akan memberikan dampak yang luar biasa bagi para musafirnya. Bukan pada selama
apa perjalanan itu dilakukan. Tapi seberapa banyak ibrah (hikmah) yang bisa
kita petik manakala melakukan sebuah perjalanan. Ibrah adalah manifestasi
sebuah perenungan. Perenungan tentang ciptaan dan kekuasaan Allah, baik yang
terekam oleh pancaindera maupun yang abstrak. Hingga bagaimana mungkin sebuah
perjalanan bisa terlalui begitu saja tanpa ada secuil pun hikmah yang
tertinggal?
Banyak orang yang melakukan perjalanan
demi sebuah kebahagiaan. Percaya bahwa kebahagiaan berada di suatu tempat yang
entah. Tampil sebagai hal-hal yang seringkali tidak bisa diterima dengan akal
sehat. Karena jenuh, orang bisa berperang dan melarikan diri dari rutinitasnya
untuk mencari kebahagiaan itu. Tak sedikit orang yang hanya kehabisan bekal di
setengah perjalanan sebelum kebahagiaan mereka temukan. Namun, tak sedikit pula
orang yang menemukan kebahagiaan justru dari hal-hal kecil selama perjalanan
tersebut. Semua menghadirkan cerita dengan plotnya masing-masing. Seberapa
banyak yang menyukai cerita perjalananmu bergantung pada bagaimana caramu
bercerita. Menghadirkan ketertarikan dalam setiap rangkai katanya sehingga
orang-orang yang mendengar atau membaca memiliki kecenderungan untuk membuka
dan mengetahui isi dari setiap rangkaian tersebut.
Tapi keinginan kita, tak akan bisa terpenuhi
hanya dengan menjadi pendengar ataupun pembaca. Tidak ada pilihan selain
melakukan perjalanan sendiri. Menciptakan cerita, berbagi hikmah, lalu
menebarkannya seperti benih-benih yang tumbuh sebagai tabungan kebaikan.
Sesungguhnya Allah menghadirkan banyak sekali peringatan dari apa yang kita
lihat, kita dengar, dan kita rasakan”. Termasuk di dalamnya perjalanan menuntut
ilmu dan perjalanan dalam rangka menjadi manusia yang lebih baik. Lalu adik
saya menambahkan perjalanan menemukan penggenap separuh agama yang saya sendiri
kurang mengerti apa maksudnya. Anggap saja saya pura-pura tidak tahu.
Intinya bahwa, apapun jenis perjalanannya
dan bagaimanapun hambatannya, tugas kita adalah mencari karunia dan ridha
Allah. Fantasiruu fil ardh… Selamat
melakukan perjalanan di bawah langit. Semoga bekal kita cukup sampai
tercapainya tujuan. Aamiin.