Thursday, June 23, 2022

Jangan Seperti Buih!

Setidaknya ungkapan inilah yang menjadikan saya untuk terus mencoba menebar hikmah lewat tulisan-tulisan yang terangkai dari jari-jari ringkih saya. Sudah sekian lama saya cinta menulis. Di buku diari, di blog pribadi, juga di kertas-kertas untuk saya selipkan di kantong baju suami. Kecintaan saya bertambah ketika menyadari bahwa tidak semua hal yang menari di kepala, mampu saya ungkapkan dengan berbicara. Bahkan, seringnya saya hanya terbata-bata. Keikutsertaan saya dalam beberapa proyek antologi di awal tahun 2021, adalah bentuk keharuan yang luar biasa. Sebab ternyata, tulisan-tulisan yang diterbitkan bisa membawa perubahan positif pada jiwa dan hati saya. Saya tak mengerti. Tapi bisa jadi, perubahan itu lahir karena doa-doa pembaca yang menjelma menjadi obat pereda rasa nyeri. Manifestasi yang indah, bukan?

Hingga akhirnya, penghujung tahun 2021 hadir membawa seperangkat harapan. Menulis buku “Pada Mata yang Jelaga” ini, memancing saya untuk banyak belajar, membaca ragam literatur, dan berpikir tentang ragam manusia, tempat, waktu, kejadian, serta ingatan-ingatan yang menaunginya. Ada banyak kisah tentang pertemuan, perpisahan, kehilangan, harapan, dan penyesalan. Ragam manusia yang mengukir jejak kakinya di sana, ingin berbagi rasa. Tentang hangatnya pertemuan, tentang pahitnya perpisahan, pun mungkin tentang beratnya kehilangan. Tapi hidup, sungguh harus berlanjut menjadi lebih baik setelah melewati tempaan-tempaan itu. Sebab, ada kekuatan dan harapan yang pelan-pelan mekar kembali dengan berani.


Tak ada yang mudah jika tidak dimulai dan ditekuni. Menulis buku Pada Mata yang Jelaga, sesungguhnya bukanlah tanpa hambatan. Sebab ternyata, menghimpun lintasan-lintasan pikiran menjadi sedulang hikmah, cukuplah berat lagi menguras tenaga. Hingga, tidaklah berlebihan bila bentuk kesyukuran saya yang paling awal adalah ketika melihatnya rampung. Selanjutnya, sungguh besar harapan saya agar kesyukuran-kesyukuran itu terus beranak pinak, mengakar hingga di hati para pembacanya kelak. Buku yang terbilang masih sederhana ini, semoga mampu memberi hikmah dan manfaat sehingga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merajut antara hikmah dan amal perbuatan.

    Sekali lagi, menulislah dan jangan seperti buih. Sebab buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tiada harganya. Sedangkan yang memberi manfaat kepada manusia, akan tetap tinggal di bumi. Ucapan menguap, tulisan akan abadi, meski raga tak ada lagi.