Friday, February 8, 2019

Satu Dekade

Tepat sepuluh tahun yang lalu, saya begitu terobsesi membuat sebuah blog sederhana. Mengenai kontennya, saya tidak begitu memikirkan. Paling tidak jika ingin mengeluarkan uneg-uneg, ada tempat yang pas dan tentu saja tanpa melihat reaksi orang yang membacanya. Ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama kelas 3, saya pernah merasakan betapa malu bercampur marahnya ketika seorang teman menemukan dan membaca buku diari yang rutin saya isi waktu itu. Meski isinya bukan hanya perihal rasa suka, rindu, cita-cita, tapi ya namanya privasi jika diganggu, maka siapapun akan merasa tidak nyaman. Hingga akhirnya lanjut ke sekolah menengah atas lalu kuliah, saya tidak pernah lagi menulis diari. Kapok! Lagipula waktu itu sosial media seperti friendster dan facebook sudah mulai menarik perhatian anak muda yang rela nongkrong berjam-jam di sebuah tempat bernama telematika.

Sementara beberapa teman nongkrong di telematika, saya memilih melintasi beberapa fakultas untuk mencapai perpustakaan umum di pusat kampus. Di sana ada ruangan dengan fasilitas wireless yang paling sering menjadi tempat menjelajahi blog pribadi dan blog orang lain yang saya kagumi. Sayangnya, setelah mereka menikah dan/ melahirkan, saya tidak lagi menemukan tulisan-tulisan baru yang selalu saya tunggu dari blog mereka. Sampai saya berpikir, sesibuk itukah orang yang berstatus married (with children) sampai-sampai blognya dibiarkan tak terisi? Sungguh. Pertanyaan yang baru terjawab setelah saya mengalaminya sendiri. Haha

Sepuluh tahun. Dan blog ini terasa seperti teman lama yang tahu paling tidak setengah dari perjalanan rasa selama sepuluh tahun. Yang mengerti bahwa kata-kata yang terangkai berbanding lurus dengan besarnya kepedulian. Tanpa perlu berpikir apa perlu ketemu di kafe ataukah di playground terdekat. Saya rindu teman lama saya ini. Mengisi dan menatanya kembali, kemudian bercerita tentang dunia yang sudah terlampau berubah.