Tuesday, October 16, 2012

Sore, Gangga !

Gangga, tadi sore hujan turun dengan gagahnya. Mirip serdadu yang menembakkan senjata-senjata kekuasaan Sang Pencipta. Orang-orang hilir mudik mencari tempat berteduh sambil mengangkat sedikit tas yang entah apa isinya. Lantai-lantai kecoklatan bekas jejak sepatu para penuntut ilmu. Ilmu apa? Ilmu sabar tepatnya, Gangga!

Kau tahu, Gangga? hujan tadi adalah isyarat. Terlalu banyak bumbu-bumbu kehidupan yang mengharuskan kita untuk bersabar dan mengulang lagi kesabaran itu. Dan Tuhan, lagi-lagi mengingatkan kita lewat nikmatNya. Bahwa manis, asin, dan pahitnya kehidupan mesti dihadapi dengan kekuatan sabar. Sekuat-kuatnya.

Ketika sore menggenapi separuh waktu, kudengar sebagian pencari nafkah masih saja berteriak-teriak di ujung jalan sana. Sebagian kehidupan mereka ingin dirampas. Entah oleh siapa.
Mungkin saja kita lupa. Bahwa ada yang lebih bijak dari sekedar rampas-merampas kehidupan. Mau diapakan sampah-sampah itu? Bukankah mereka yang membuat tanah kita jadi tidak hijau? Atau bangunan tinggi menjulang dengan selokan-selokan yang tak layak itu? Ah, tiba-tiba mereka membuatku ingin muntah. 

Tapi hujan, turun melunturkan semuanya. Kemarahan, gangguan setan, kebencian dan kegelisahan.

Menguatkan hati, membungkus doa, dan meneguhkan telapak kaki.
Bagi mereka, yang bukan sekedar mengagumi. Tapi mampu menghayati.

Kau tahu, Gangga, setelah hujan turun, terlihat beberapa pasukan biru muda kembali berlalu lalang di depan mata . Mereka bersama tuannya, para pencari nafkah yang tadi berteriak-teriak itu.

Menurutmu, apakah doa mereka terkabul?

“Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”
(QS Ar-Rum [30]: 48)


Sunday, October 7, 2012

Pagi,Gingga !

Gingga, ketika pagi kembali nampak, puluhan nyawa baru mulai beranjak dari tempat pembaringan. Gemericik air telah memenuhi aliran-aliran kecil di bawah jendela kamarmu. Bukan hujan. Masih bukan tentang hujan,Gingga. Tak pernah ada petrichor yang semenjak lalu kau tunggu aromanya.

Jangan sedih,Gingga!

Ketika hujan sedang diam, itu bukan karena ia sedang cuek padamu. Dan karena diam, bukan berarti tak peduli. Jangan-jangan ia sedang mengumpulkan keberanian diri. Menunggu waktu yang tepat dan membiarkanmu menikmati sisa penantian yang khidmat.

Maka,

Tersenyumlah,Gingga! Setidaknya kau takkan pernah kehabisan harapan. Kurasa ia laten, akan selalu datang membawa nyawa baru di setiap bangunmu di pagi hari.
Datang bersama sayap-sayap putih para malaikat pembagi rezeki. 
Dan rezeki, bukan melulu soal materi. Ada cinta, kasih, perlindungan yang siap pula menghampiri. 

Seperti dia dan hujan, serupa rezeki yang diam-diam tapi dinanti.