“Kita semua akan meninggalkan jejak kaki di
atas tanah. Pertanyaannya adalah, apakah jejak kaki kita bermakna atau hampa?”.
Satu
jam tiga puluh menit sebelum pesawat take off, saya bergegas menuju bandar
udara dini hari itu. Karena barang bawaan tidak terlalu besar, maka saya
memilih dibonceng saja oleh adik. Pikir saya, sejuknya udara di subuh hari jauh
lebih menawan daripada AC taksi. Lebih hemat pula, tentunya. Perjalanan kali
ini, meskipun waktunya singkat, rutenya akan lebih panjang dari biasanya.
Hingga tak aneh jika jauh-jauh hari kedua orang tua telah mewanti-wanti untuk
meningkatkan SKD (sistem kewaspadaan dini), ditambah lagi kedua teman
seperjalanan saya adalah laki-laki (cukup gagah) *terpaksabilang :D
Untuk
sampai ke Bandar Udara Syamsudin Noor Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan,
pesawat yang saya tumpangi akan transit terlebih dahulu di Bandar Udara Gusti
Syamsir Alam Kotabaru. Butuh waktu sekitar 90 menit untuk landing di sana. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke Bandar
Udara Syamsudin Noor Kota Banjarmasin selama 30 menit. Begitu mendarat di sana,
kami bergegas menyewa mobil untuk perjalanan darat ke Kota Kapuas Kalimantas
Tengah. Lebih dari 2 jam melewati jalan pintas untuk sampai di Kota Kapuas.
Waktu itu, kami berangkat dari Bandar udara Syamsudin Noor sekitar pukul 09.00
pagi waktu setempat, kemudian sampai di Kota Kapuas pukul 10.30 waktu setempat.
Kapuas-Banjarmasin, walaupun tidak terlalu jauh dalam rute perjalanan darat,
memiliki selisih waktu satu jam.
Dalam
perjalanan dari Banjarmasin ke Kota Kapuas, kami melewati Jembatan Barito yang
menurut informasi adalah jembatan terpanjang di Indonesia setelah Jembatan
Suramadu. Jembatan ini merupakan simbol penghubung antara Kalimantan Selatan
dan Kalimantan Tengah. Beberapa saat setelah melewati Jembatan Barito, kondisi
jalan akan sangat berdebu. Hal in disebabkan oleh perbaikan jalan yang telah
menghabiskan waktu kurang lebih 2 tahun. Kalau di Sulawesi Selatan, mungkin kondisinya
mirip dengan area industri Semen Tonasa. Akan sangat kelihatan oleh orang-orang
yang lewat betapa daun-daun pohon yang mengiringi jalan ditutupi oleh debu
putih. Hijaunya hampir tak kelihatan lagi. Sayang sekali.
Jembatan Barito. Masih termasuk wilayah Banjarmasin.
Tujuan
utama kami sebenarnya bukanlah daerah kota Kapuas. Oleh pihak Fakultas, kami
diamanahkan untuk menvalidasi sebuah Proyek Penelitian di dua Desa yang masih
harus ditempuh selama beberapa jam dari Kota Kapuas. Desa Batuah dan Desa
Pematang. Untuk Desa Batuah, perjalanan dari Kota Kapuas menghabiskan waktu lebih
dari sejam bila ditempuh dengan menggunakan sepeda motor. Desa ini hanya bisa
dicapai dengan menggunakan kendaraan beroda dua. Pasalnya, untuk memasuki desa
ini, kita akan melewati jembatan kayu yang sempit dan menanjak.
Jembatan Desa Batuah, Kapuas, Kalimantan Tengah.
Sedangkan
untuk mencapai Desa Pematang, perjalanan dimulai dari Kota Kapuas menuju
Pelabuhan Danau Mare. Dari pelabuhan, kami menuju ke Lupak terlebih dahulu.
Waktu itu, kami naik perahu penumpang selama lebih dari dua jam. Begitu sampai
di Lupak, kami melanjutkan perjalanan ke Desa Pematang dengan menggunakan klotok
selama satu jam. Bagi yang tidak bisa berenang, alangkah pentingnya anda untuk
memakai pelampung. Penting sekali, demi keselamatan! :D
Para Penumpang.
Butuh
waktu satu jam berjemur di atas klotok hingga akhirnya sampai di Desa Pematang.
Di desa ini, kami menginap di rumah Kepala Desa selama tiga malam hingga
seluruh proses validasi selesai. Untuk kembali ke Kota Kapuas, kami menyewa
langsung klotok berhubung barang bawaan bertambah (baca: dapat semangka dari
penduduk desa). Tiga jam berjemur lagi di atas klotok untuk sampai di Pelabuhan
Danau Mare Kota Kapuas. Lebih lama dibandingkan ketika kami baru berangkat ke
desa ini, karena kami tidak naik perahu penumpang lagi. Cuma naik klotok saja.
Di atas klotok. Mesti pakai pelampung.
Masih
ada cerita selanjutnya. Silakan ambil cemilan dulu, ini baru prolog :)