Banyak hal yang membawa kita kembali lagi mengingat masa lalu. Menggali kembali yang sudah lama terkubur sambil berharap-harap menemukan satu dua titik cahaya yang ikut terkubur di sana. Yang mungkin dengan atau tanpa kita sadari telah memberikan efek positif terhadap sekarang-nya kita. Lama menggali, akhirnya saya tiba pada setitik cahaya pada masa lalu. Di dalamnya, saya melihat sesosok anak gadis enam belas tahun, tidak terlalu jelek, menangis tidak jelas menuju rumahnya. Penampilan sangat biasa, rambut dikuncir, poni ke samping, memakai kaos oblong, jeans belel, dan tas kulit yang tidak terlalu mahal. Hari itu, semenjak dua kali ia mengikuti suatu kajian pekanan di masjid sekolahnya, ia mulai merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Ia merasa lain dari orang-orang yang hadir di sana, sangat lain. Ia menyadari ada sesuatu yang salah dan mesti diubah dari dirinya. Penampilannya.
Untuk seumurannya, ia mengakui bahwa ia sangat sangat terlambat dalam hal menutup aurat. Ketika gadis-gadis lain sudah menutup auratnya sebelum atau di awal masa baligh, bahkan ia harus menunggu sampai beberapa tahun untuk itu. Ketika gadis-gadis lain sudah sering menghadiri kajian islam di awal masa balighnya, ia bahkan harus menunggu kata ‘ya’ sampai umurnya enam belas tahun. Tidak pernah ada pelarangan, tidak pernah ada ancaman. Hanya saja, ia baru merasakan sensasi perubahan yang entah berasal darimana pada sore itu.
Kalian tahu hidayah kan? ia datang pada orang dan waktu yang Ia kehendaki. Caranya pun berbeda-beda. Sangat variatif. Maha Besar Ia yang merancangnya. Seseorang yang berlumur dosa bisa saja berubah sangat signifikan menjadi sangat baik dalam sekejap. Lagi-lagi itu karena hidayah dan anak gadis ini merasakannya. Sore itu, ia mengadu ke ibunya dan bertekad untuk mengenakan jilbab dan tidak akan menanggalkannya kepada mereka yang bukan mahramnya. Jujur, ia sering merasa tidak mengerti ketika sebagian gadis seumurannya yang berjilbab, namun di waktu yang lain malah menanggalkan jilbab itu di depan mereka yang bukan mahramnya. Lucu saja menurutnya.
Selama proses ini, ia banyak dibantu oleh ibunya. Mulai dari memesankan baju seragam baru sampai membelikannya pernak-pernik jilbab seadanya. Ia sangat senang. Walaupun pada awal ia memakai jilbab ke sekolah, ia harus memakai seragam yang super kelonggaran gara-gara seragam sekolahnya yang baru belum selesai. Dan ini pun berkat ibunya yang mesti berkeliling dari rumah ke rumah mencarikannya seragam & jilbab orang lain yang tidak terpakai lagi. :D *huaa senyum-senyum sendiri. Selain itu, tidak ada yang paling menyibukkan dirinya setiap pagi selain memperbaiki jilbab yang telah ditusuk peniti di sana sini. Memastikan,bahwa peniti itu telah terpasang dengan baik dan ia masih dalam kondisi berjilbab ketika sampai di sekolah. Begitulah, sampai ia benar-benar terbiasa dengan penampilannya.
Sejujurnya, ia sangat berterima kasih kepada dua temannya yang telah mengajaknya mengikuti kajian pekanan di masjid sekolahnya itu. Terima kasih sebesar kubah masjid & setinggi menara masjid *tempat rapeling-nya dulu. Juga kepada seseorang yang pertama kali mengatakan bahwa ia cantik mengenakan jilbab. Sang penemu jilbab pertamanya. Dan kepada Allah atas hidayah-Nya. Tak berhenti sampai di situ, ia masih terus berharap keistiqomahan sampai kelak pohon semesta menggugurkannya .[]
Akhirnya, cahaya itu perlahan membawa saya kembali lagi ke detik ini. Memerintah dan menggoda saya untuk turut pula berterima kasih kepada sang penemu, yang darinya jugalah saya belajar tentang cinta tanpa batas & pengorbanan tanpa balas.
Karena yang kutahu syurga itu,
adalah ketika dia menasehati dan kami menyimaknya
adalah ketika dia marah dan kami menunduk bersalah
adalah ketika dia tertawa dan kami berbisik keriangan
adalah ketika dia menangis dan kami saling menyalahkan (diri)
Semoga saja demikian adanya. Dan selamat hari ibu, sang penemu ! Cinta kami, selalu.