Monday, May 14, 2012

Nessara dan Senja yang Dirindukan


Namaku Nessa. Nessara Senja. Kedua orang tuaku yang memberikan nama itu. Nessara adalah bahasa Korea klasik yang berarti ‘terkasih’. Mungkin. Saya tak tahu pasti. Konon, ketika kedua orang tuaku masih muda, sebagian besar penduduk di negeri mereka tinggal amat menyukai segala sesuatu yang berbau korea. Mulai dari serial drama korea, boy dan girlband korea, sampai style rambut dan aksesoris korea. Ketika saya menanyakan kepada mereka berdua perihal suka tidaknya mereka dengan segala sesuatu yang berbau Korea, maka kalian akan mendapati mereka berdua geleng-geleng kepala. Betul, mereka berdua ternyata tidak suka. Ibuku malah tergila-gila dengan salah satu film bollywood, kalian masih ingat film Kal Ho Naa Ho? Ah, mungkin kalian sudah lupa bahkan mungkin tidak pernah tahu tentang film itu. Film melted yang diproduksi sekitar tahun 2003 akhir itu dibintangi oleh Shakrukh Khan, Saif Ali Khan, dan Preity Zinta. Film ini digarap di kota New York. Sayangnya, saya tak tahu betul bagaimana alur ceritanya. Menurut ibuku, film yang bisa membuatnya menangis adalah film yang bagus. Tentu saja film itu salah satunya, dan ibuku menyukainya berkali-kali. 

Ayahku? Oh iya, ayahku justru lebih menikmati film yang banyak menyentuh aspek sosial. Katanya, film dengan pendekatan sosial akan lebih mudah mencampuradukkan emosi penonton dan blablabla. Hikmahnya juga mudah dipetik. Pokoknya kalau ngomongin tentang sosial, ayahku memang paling jago tak tertandingi. Hei, kenapa kita ngomongin film? Fokus Ness, fokus!
Sepertinya penting untuk kalian ketahui bahwa saya adalah anak dengan gaya pemikiran yang divergen, suka berimajinasi, dan mengajak pikiran kalian berjalan-jalan dahulu sebelum berangkat ke ‘tempat tujuan’. Jadi, sebelum kalian mendapati pikiran kalian tersesat ( bukan sesat!), maka sebaiknya kalian tidak usah mengikuti alur pikiran saya. Untuk hal ini, ibu seringkali menasehati saya supaya bicara tuh yang gampang-gampang saja. Cukup intinya saja. Jangan sampai karena kebiasaan saya ini, saya dicap sebagai anak yang marginal dalam arti negatif. Ah,ibu memang paling baik sedunia. 

Well, sampai dimana tadi?

Ya, masih tentang nama. Dan sebenarnya saya memang ingin membahas ini. Nessara, seperti artinya ‘terkasih’ adalah saya bagi kedua orang tua saya, juga saya bagi orang lain. Begitu doa orang tua saya. 
Suku kata kedua nama saya adalah senja. Yang mengaku orang Indonesia, pasti tidak ada yang tidak tahu apa makna senja. Jadi sepertinya saya tidak usah menjelaskannya. Saya hanya ingin menjelaskan mengapa ada kata senja di nama saya. Kata ayah, sebenarnya ibu saya amat mencintai pagi. Tapi kecintaan ibu terhadap pagi tidak serta merta membuatnya menamai saya demikian. Kata ayah lagi, pagi memang identik dengan kesucian dan ibu amat menyukai itu. Tapi pagi pula yang ‘memisahkan’ kami pada setiap lima pertujuh pekan. Ketika pagi, saya, saudara-saudara saya, ayah dan ibu harus ‘terpisah’ selama beberapa lamanya, kendati aktivitas kami yang berbeda-beda. Dan senja lah yang mempertemukan kami kembali. 
Bagi saya, pagi dan senja adalah pintu rumah kami. Ketika pagi adalah pintu keluar. Maka senja memosisikan dirinya sebagai pintu masuknya kembali orang-orang pengumpul rindu untuk akhirnya disemai masing-masing di dalam istana kami. Negeri kecil kami. Dan saya, meyakini bahwa banyak sekali orang di luar sana yang tak lelah menunggu senja. Karena senja, orang banyak mengucap syukur. Dan karena senja pula yang mempertemukan kembali mereka-mereka yang dibangun atas nama cinta kasih. Keluarga. Maka, “sangat filosofis ketika mengapa orang tua saya membubuhkan kata senja pada nama saya”. Jawaban saya suatu ketika pada pertanyaan seorang teman dormitory asal Indonesia.
Indonesia dan sebuah ingatan tentang keluarga. Ayah, Ibu, dan saudara-saudaraku di sana. Suatu pagi yang masih berkabut, saya ‘terpisah’ dari mereka. Dan kini, masih dengan rindu yang menggunung, saya menunggu ‘senja’ pertemuan kembali dengan mereka. Suatu ketika, sebelum berangkat, Ibu meminta agar saya sering-sering menulis. Walau tak begitu fasih, tapi saya sungguh menikmatinya. Kedua orang tua saya bahkan menjadikan blog pribadi saya sebagai wadah pelepas rindu. Ayah yang paling sering mengkritik gaya penulisan artikel saya. Sebaliknya, Ibu yang paling sering memuji. Ah, sosok itu. Saya betul-betul merindukan mereka.

Yang menunggu dan merindu. Nessara Senja. Delapan belas tahun. Mahasiswi. Dan saya suka berbicara tentang masa depan.

Wednesday, May 2, 2012

Ziegler Natta

Pernahkah kalian berada dalam posisi ini, setiap hari, dari kamu bangun di pagi hari, kemudian tidur lagi pada pagi yang lainnya hanya untuk memikirkan hal yang sama dan beberapa? . Seperti kamu sedang berada dalam sebuah restoran, dimana menu yang diberikan hanya sekitar 3-5 jenis makanan/ minuman saja. Kamu berpikir, dan kamu tiba pada sebuah keputusan bahwa kamu akan memesan semuanya, dengan alasan kamu menyukai semua makanan/minuman itu. Setidaknya, seperti inilah saya kini. “Mereka-mereka” itu menyita dengan baik sebelah pikiran saya. Sedang sebelahnya lagi berusaha untuk merealisasikannya.
Saya begadang semalam suntuk, saya punya alasan untuk itu. Saya boros menggunakan voucher wifi, dan saya pun punya alasan untuk itu. Saya membuat akun twitter sampai saya seperti orang tak tahu apa-apa tentang jejaring sosial, hingga pada saat saya melakukan penghematan luar biasa dalam hal beli-membeli, itupun dengan alasan yang sangat real. Saya membantu mengajar anak-anak yang polos itu, otomatis saya punya alasan juga. Setidaknya, ketika saya nyaris menyentuh titik terendah sebuah kurva, maka habituasi mengunjungi “mereka-mereka” itu bisa membantu saya menaiki lagi titik puncak kurva yang saya maksud.
Satu hal yang saya syukuri bahwa saya sekarang sedang berada di antara orang-orang yang berkekuatan luar biasa dalam hal pencapaian. Bersama mereka, hidup itu seperti bumi mimpi-mimpi. Kita bermimpi ini itu, dan kita kudu mencapainya. Mereka bercerita ini itu, dan saya manggut-manggut pertanda ruh semangat perlahan masuk dalam aliran darah saya. Bahwa mereka bisa, mengapa saya tidak?
Orang lain bisa bilang apa saja. Itu hak mereka, mulut mereka. Tapi yang saya tahu, dengan sangat baik, bahwa, saya harus terus bersemangat pada beberapa hal ini. Masalah itu tercapai atau tidak, semuanya kembali lagi pada Allah. Toh, Dia Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk saya dan hidup saya. Seperti makanan/minuman yang saya bicarakan sebelumnya, saya bisa saja memesan semuanya. Melahapnya sampai habis. Tapi siapa yang tahu dampak dari makanan/minuman itu bagi kesehatan saya? Saya bisa saja memilihnya dengan alasan itu enak dan sehat menurut saya. Tapi sekali lagi, itu pendapat saya. Pendapat manusia. Bisa khilaf.
Maka, tugas saya hanyalah berusaha. Berusaha merealisasikan yang baik-baik. Hasilnya, saya serahkan sepenuhnya pada Yang Memiliki saya. Lagipula, saya punya orang tua yang sangat mengasihi dan mendukung saya. Itu yang penting. Doa kebaikan dan restu tulus dari mereka.
:)
Tulisan ini, seperti beberapa tulisan sebelumnya adalah manifestasi begadang. Esok hari, saya masih punya rencana yang harus diperjuangkan satu-satu bersama mereka-mereka yang berkekuatan luar biasa itu.
Saya kadang berpikir, ketika saya tidak mampu begadang lagi, apakah saya masih bisa menulis?