Monday, March 28, 2011

Tentang Angka dan Tetes Air Hujan

Akhirnya, kami bertemu di lapangan impian kala mendung menyelimuti sore itu. Kali ini hanya kami berdua. Aku tak melihat seorangpun yang datang mengadu peluhnya di tempat ini. Mungkin saja tak ada lagi manusia yang memendam rindu. Kemudian membuat janji untuk bertemu. Kali ini ia tak seperti biasanya yang menepuk pundakku dan menanyakan perihal keadaanku. Senyum khas sumringah yang biasa menghias wajahnya pun hampir tak terlihat. Mungkin saja ia capek, atau ada sesuatu yang bersemayam dalam hatinya yang memang tak mungkin untuk ia utarakan sekarang. Dan…., entahlah.

Ia menatapku dan menggerakkan telunjuknya ke arah langit. Seolah memberi isyarat bahwa aku harus mengikuti arah telunjuknya. Akhirnya keheningan mendung yang sedari tadi menyelimuti sore itu pecah menjadi riuh bulir-bulir air kiriman Tuhan. Hujan.

“Coba lihat langit itu!”. Katanya.

Sekarang, ia mengajakku melihat lebih saksama benda-benda yang turun dari langit bersama air hujan. Tak jelas di penglihatanku wujud sebenarnya dari benda itu. Air hujan yang turun amat deras, memukul-mukul bola mataku hingga tak mampu berakomodasi dengan jelas. Semacam angka-angka. Tapi sekali lagi tak jelas.

“Itu memang angka, dan angkamu adalah angka yang ujung itu, angka yang hampir menginjak bumi”. Katanya sekali lagi

Sekarang aku bisa melihat dengan jelas angka-angka itu. Angka 8. Benar itu angka 8, angka yang ia tunjukkan sebagai angkaku.

Dia : “Bukan, itu bukan angka 8. Coba lihat dengan lebih saksama. Kali ini jangan libatkan perasaanmu. Acuhkan sejenak. Dan lihat baik-baik angka itu”.

Aku : “Bagaimana mungkin itu bukan angka 8, jelas-jelas ada dua bulatan yang menempel vertikal“.

Dia : “Coba perbaiki penglihatanmu. Itu angka 0, bukan angka 8. Yang kau lihat di bawahnya adalah bayangan angka itu sendiri. Ia hanya pendar karena air hujan”.

Aku : “Tidak, itu angka 8, dan aku lebih menyukai angka 8. Angka 8 dekat dengan 9 dan 10. Dan itu artinya akan semakin dekat dengan akhir”.

Tiba-tiba aku menangis, dan ini kali pertamanya aku menangis di hadapannya. Mulai sadar bahwa itu benar angka 0 bukan angka 8. Dan itu berarti segala sesuatunya baru akan dimulai (lagi).

Dia : “ Jangan menangis. Ini baru permulaan. Tenanglah, aku takkan meninggalkanmu. Kita akan memulainya dari awal bersama-sama. Menjalani semua sketsa Tuhan bersama-sama. Sampai akhirnya kita mencapai angka 10. Itupun akan bersama-sama. Tenang dan bersabarlah…”.

Dan, sekarang aku mengerti mengapa sore itu ia tak senyum kepadaku seperti biasanya. Ternyata ia telah mempersiapkan dirinya untuk menangis. Bersamaku.

Monday, March 21, 2011

And finally, Danbo has made me excited

Awalnya cuma iseng cari-cari gambar untuk postingan di blog. Eh, malah ketemu gambar yang objeknya super duper lucu, imut, unik nan menggemaskan. Karena penasaran, jadinya saya searching deh apa nama atau tepatnya sebutan objek yang sudah menarik perhatian saya itu?. Akhirnya sampailah saya pada beberapa situs yang membahas tentang objek gambar ini. Dan ternyata nama objek itu adalah Danbo, semacam boneka Jepang yang dibuat dari kardus atau karton. Boneka ini adalah kreasi dari Azuma Kiyohiko seorang komikus serial manga Yotsuba.

Menurut saya, Danbo bisa dijadikan objek foto yang bagus. Karena selain unik, dia juga objek foto yang paling nurut tentunya. Jadi terserah si fotografer maunya bentuk bagaimana. Yang penting Danbo jangan disuruh jungkir balik. Karena bagaimanapun, Danbo juga boneka biasa yang punya rasa punya hati… (maaf agak ngelantur..). Okelah kalo begitu, this is it beberapa aksi Danbo yang sekali lagi super duper lucu, imut, unik nan menggemaskan menurut saya. Check it out…!

Karena masih penasaran, jadinya saya coba bikin satu boneka Danbo. Bermodalkan karton, gunting, lem, spidol dan penggaris, akhirnya jadilah sebuah boneka Danbo yang sangat sederhana. Oh iya, ternyata Danbo yang saya buat lumayan narsis juga loh. Pas selesai dibikin, mau langsung difoto ajjah… Kalo mau intip hasil ke-narsis-annya Danbo, klik ini saja.

And finally, Danbo has made me excited… :D

Wednesday, March 16, 2011

Arrgh, Brengseknya Aku !

Karena benda ini, aku jadi berpikir apa jadinya ketika dunia ini dipenuhi orang-orang brengsek yang lupa atau pura-pura lupa dengan prinsip tabayyun? Bisa dipastikan di setiap lini tempat kita akan begitu mudahnya menemukan sekelompok orang yang saling mencaci maki pada sesuatu yang mereka lihat dan mereka dengar hanya dengan sebelah mata dan sebelah telinga. Belajar jadi caci maki, bermain jadi caci maki, bekerja jadi caci maki, diskusi jadi caci maki, makan, minum, sampai beribadah pun mungkin akan terasa tak nyaman ketika tidak diawali dengan caci maki.
Menilai manusia lain bukan lagi pekerjaan yang membutuhkan penilaian yang berlandaskan pada prinsip tabayyun dan analisis mendalam. Tapi sekedar justifikasi. Mengira-ngira, membenarkan, kemudian terbitlah ke permukaan. Astaghfirullah, sungguh sangat ironis. Se-ironis ketika kita terjatuh dari tempat yang amat tinggi kemudian terbangun dan harus berhadapan dengan jurang kenyataan bahwa orang brengsek itu adalah diri kita sendiri. Oh maaf, bukan “kita” tapi “aku”. Ya, aku!. Aku yang sedang mengernyitkan dahi karena beberapa pembenaran yang sebenarnya tidaklah benar. Pembenaran yang terusahakan lewat jalan yang tak benar. Dan, Allah Yang Maha Benar sekali-kali tidaklah menginginkan pembenaran seperti itu.

Sungguh Ia Sang Pemilik Kebenaran akan lebih sudi memberikan “penghargaan” kepada seorang hamba yang mampu menempatkan dirinya pada posisi yang adil dalam menilai manusia lain. Posisi yang dapat dengan mudahnya kita raih manakala kita mampu mengamalkan prinsip tabayyun dalam tindak tanduk kita. Sekali lagi, KITA bukan AKU !.

“Wahai orang-orang yang beriman! apabila kamu pergi di Jalan Allah, maka telitilah (carilah keterangan)…” (QS.An-Nisa:94)

*Ada setitik cahaya pada lorong gelap yang berkelabut menggerakkan tuts reok ini.. *