Tuesday, March 31, 2015

Asa di Rumah Hijau



Orang-orang bisa saja membuat aturan, tata tertib, undang-undang, tapi kepercayaanlah yang membuktikannya. Aturan-aturan itu hanya merapikan, membuat urutan-urutan, pun mengikat. Tapi yang membuatnya berjalan, sekali lagi adalah kepercayaan. Alhamdulillah sudah hampir sebulan menjalani peran spektakuler sebagai istri. Kenapa spektakuler? Karena sebulan inilah ajang pembuktian dari sebuah mitsaaqan ghaliizha yang terikrar saat menjelang siang hampir sebulan yang lalu. Sebuah ikrar tentang janji kami kepada Allah. Dan semuanya, dibingkai dengan satu kata magis bernama “kepercayaan”. 

Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, semenjak mengulurkan tangannya, berbaiat, dan bersumpah setia kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia sadar bahwa hidupnya akan dibaktikan sepenuhnya di jalan Allah. Ia mengikrarkan sebuah janji, lalu ia membuktikan bahwa dirinya bisa dipercaya. Ia tulus bekerja, tulus melayani.

Maka semua menjelma menjadi kesetiaan abadi kala ia menjadi tameng Rasulullah di Uhud yang mengerikan. Ia cabut mata rantai yang menempel di pipi Rasulullah hingga ia ompong. Di saat itu pula ia mendahului Abu Bakar perihal berlomba bersegera dalam kebaikan. 

Pada mulanya memang ikrar janji, lalu kepercayaan. Setelah itu, lahirlah kesetiaan. Maka janji bagi orang mukmin adalah kontrak spiritual dengan Tuhannya, meski dalam pengaplikasiannya bisa saja berbeda di setiap dimensi waktunya. 


Semoga kepercayaan ini bisa menjelma menjadi bekal. Bekal yang memberi ketentraman, kesejukan, dan pelipur lara. Kami senantiasa belajar. Menyiapkan sebaik-baik bekal itu. Maka, mulailah berjanji dengan benar, janji yang sarat dengan ruh kepercayaan. Lalu hidup lama dengan kesetiaan. Sebagai istri, sebagai suami, sebagai orang yang beriman.
:)

*ditulis ketika rindu.