Selalu, Ramadhan hadir dan akhirnya akan
pergi meninggalkan cerita-cerita yang manis. Dan manis, tidak melulu bergantung pada
cerita-cerita yang menggembirakan dan atau membahagiakan. Setiap dari kita,
bisa saja menganggap manis cerita-cerita yang menyedihkan. Semua itu tergantung
dari bagaimana kita menyikapinya. Dan karena manisnya cerita, diperoleh dari
mampunya kita memetik hikmahnya.
Beberapa orang merasakan manisnya Ramadhan
setelah terbebas dari balik jeruji besi, mungkin itu yang akan dikatakan oleh
Nazril Irham. Sebagiannya lagi memperolehnya dari kolong jembatan, itu kata
ibu-ibu pengemis. Bisa memborong baju-baju lebaran yang sedang diskon jeng,
kata ibu-ibu sosialita. Lalu, lain lagi dengan pak Koko (sebut saja begitu)
yang menikmati manisnya Ramadhan ini setelah peci jualannya laku di pinggir
jalan.
“Iya dek, semua laki-laki tiba-tiba
berubah, mereka keranjingan memakai peci meski tak ke masjid”. Kata pak Piah, penjual
peci yang lain.
Karena pada dasarnya, semua orang
berhak menentukan bagaimana dan seperti apa Ramadhan mereka tahun ini. Apakah dilalui
dengan euphoria konsumerisme yang berlebihan, penantian yang menyenangkan, atau dilalui dengan kesederhanaan yang
khidmat. Warna-warni, seperti kembang gula.
Oh iya, begitu tiba kembali di Makassar
(tanggal 10 Ramadhan), saya sudah menyadari bahwa intensitas bertemu dengan salah
satu sahabat saya akan tidak semudah biasanya. Ia yang bekerja mulai jam
delapan pagi sampai jam empat sore akan sulit ditemui pada jam-jam produktif. Karena
itulah, untuk menyiasatinya, kami sepakat membulatkan tekad untuk menjalankan
proyek sederhana #tarwihkeliling. Setidaknya, proyek ini akan sedikit memberi
waktu kami untuk bertemu. Menggunakan metode buka puasa bersama di suatu
tempat, lalu berangkat menyusuri jalan-jalan di kota Makassar, proyek #tarwihkeliling
ini hampir tidak menemui kendala selain menunggu kebaikan hati orang berbagi
sajadah.
Mulai dari masjid Al’afiat Dinas Kesehatan
Propinsi Sulawesi Selatan, Masjid Raya Makassar, Masjid Al Aqso Ramsis Unhas, Masjid
Ikthiar Perdos Unhas, Masjid Agung 45, Masjid Daya, Masjid Cokroaminoto, kami
menitipkan doa-doa di sana, menghimpun sujud-sujud kami untuk Sang Pencipta.
Setidaknya, masih ada tiga masjid lagi di
list masjid #tarwihkeliling yang rencananya akan kami kunjungi. Doakan ya
teman-teman, semoga langkah kami dimudahkan walau kadang kekenyangan setelah
buka puasa. Insya Allah proyek ini akan disusul dengan proyek #itikafbareng
selama seminggu terakhir Ramadhan ini. Tentang I’tikaf, tahun ini akan menjadi
pengalaman pertama saya selama hidup. Siap-siap gencatan senjata duniawi berburu berkah,
rahmat, dan ampunanNya.
Semoga Ramadhan kita berakhir dengan
cerita-cerita yang manis. Manisnya melebihi kembang gula, es buah, dan tiga buah
kurma.
:) <-- (mencoba) senyum manis.