Anak
kecil bertubuh ceking itu mondar mandir di bawah pepohonan yang sedang menggugurkan
dedaunnya. Angin memang agak garang sedari tadi. Namun garangnya kali ini
membuatnya nampak penyayang, terutama bagi beberapa komunitas kampus yang rutin
mencipta formasi lingkaran setiap pekan di pelataran gedung ini. Saya? Saya sedang
tidak berada dalam satu lingkaran itu. Kali ini saya menginjakkan kaki di
pelataran ini dalam posisi sebagai seseorang yang sedang bosan.
Ah,
iya, sungguh pun sesuatu sangat kita sukai, fase bosan atau jenuh atau apalah
namanya adalah memang hal yang niscaya. Dan sekali lagi itu manusiawi. Ketika ini
terjadi, saya butuh sendiri. Bepergian kemana pun yang bisa saya jangkau. Entah
itu dengan berjalan kaki, maupun naik angkutan umum. Pura-pura tidak butuh
sesiapa. Menjejali lagi kemampuan diri, bahwa saya bisa dan kuat melewati apa
yang telah saya doakan jauh-jauh hari. Dan kembali lagi saya percaya bahwa
Allah memberi ini, karena Dia melihat bahwa saya bisa melewatinya, meski ada
beberapa hal lainnya yang terkadang menangis merontah karena telah saya jahili dengan
sifat cuek yang menyebalkan. Saya menyadari itu semua. Sangat.
Saya
duduk beberapa langkah dari anak kecil itu, mengamati tingkahnya yang terlanjur
mencuri perhatian saya. Membuat lagi perbandingan bahwa ia jauh lebih menggemaskan
daripada anak kecil yang selalu berkeliaran di kampus pada jam makan siang.
Yang itu biasa membuat saya sebal tak beralasan. Bukan karena apa-apa. Hanya saja,
saya paling tidak bisa melihat ketidakberdayaan dalam bentuk apapun ketika saya
sedang makan. Sesak saja rasanya.
Well,
saya mengambil buku dalam rangsel. Pura-pura membacanya, padahal kedua mata
saya sedang melintasi lembar buku itu sampai beberapa meter ke depan. Herannya
saya, waktu seperti sedang memutarbalikkan fakta. Bahwa di depan saya, ada anak
kecil yang mengajarkan saya bagaimana membersamai kebosanan dalam sudut pandang
yang lain. Iya, menafakkuri alam lebih tepatnya.
Sungguh
pemandangan yang menyenangkan. Mereka, para anak kecil itu selalu tahu
caranya tertawa. Dan kita orang dewasa, seringkali melupakan cara itu. Lebih sering
melampiaskan rasa bosan dalam bentuk yang tidak semestinya. Saya, mungkin kita
semua, perlu belajar dari mereka.