Thursday, May 30, 2013

Parade Daun yang Gugur

Anak kecil bertubuh ceking itu mondar mandir di bawah pepohonan yang sedang menggugurkan dedaunnya. Angin memang agak garang sedari tadi. Namun garangnya kali ini membuatnya nampak penyayang, terutama bagi beberapa komunitas kampus yang rutin mencipta formasi lingkaran setiap pekan di pelataran gedung ini. Saya? Saya sedang tidak berada dalam satu lingkaran itu. Kali ini saya menginjakkan kaki di pelataran ini dalam posisi sebagai seseorang yang sedang bosan. 

Ah, iya, sungguh pun sesuatu sangat kita sukai, fase bosan atau jenuh atau apalah namanya adalah memang hal yang niscaya. Dan sekali lagi itu manusiawi. Ketika ini terjadi, saya butuh sendiri. Bepergian kemana pun yang bisa saya jangkau. Entah itu dengan berjalan kaki, maupun naik angkutan umum. Pura-pura tidak butuh sesiapa. Menjejali lagi kemampuan diri, bahwa saya bisa dan kuat melewati apa yang telah saya doakan jauh-jauh hari. Dan kembali lagi saya percaya bahwa Allah memberi ini, karena Dia melihat bahwa saya bisa melewatinya, meski ada beberapa hal lainnya yang terkadang menangis merontah karena telah saya jahili dengan sifat cuek yang menyebalkan. Saya menyadari itu semua. Sangat.

Saya duduk beberapa langkah dari anak kecil itu, mengamati tingkahnya yang terlanjur mencuri perhatian saya. Membuat lagi perbandingan bahwa ia jauh lebih menggemaskan daripada anak kecil yang selalu berkeliaran di kampus pada jam makan siang. Yang itu biasa membuat saya sebal tak beralasan. Bukan karena apa-apa. Hanya saja, saya paling tidak bisa melihat ketidakberdayaan dalam bentuk apapun ketika saya sedang makan. Sesak saja rasanya.

Well, saya mengambil buku dalam rangsel. Pura-pura membacanya, padahal kedua mata saya sedang melintasi lembar buku itu sampai beberapa meter ke depan. Herannya saya, waktu seperti sedang memutarbalikkan fakta. Bahwa di depan saya, ada anak kecil yang mengajarkan saya bagaimana membersamai kebosanan dalam sudut pandang yang lain. Iya, menafakkuri alam lebih tepatnya.

Sungguh pemandangan yang menyenangkan. Mereka, para anak kecil itu selalu tahu caranya tertawa. Dan kita orang dewasa, seringkali melupakan cara itu. Lebih sering melampiaskan rasa bosan dalam bentuk yang tidak semestinya. Saya, mungkin kita semua, perlu belajar dari mereka.

Monday, May 20, 2013

Sebait Senja di Teras Rumah



Jika pun si tua masih harus mencari mengenai dimana dan bilamana kebaikan, maka panggilkan ia si kanak-kanak yang lugu nan polos dari dalam rumahnya. Si kanak-kanak yang menyayangi dengan hati, menilai dengan hati.

Panggilkan si kanak-kanak tatkala sore petang tiba. Ketika si tua pulang dari rantau singkatnya. Pada fase lelah dan letihnya.

Ajak si tua dan si kanak-kanak  duduk di teras rumah depan. Bila punya, berikan satu dua buah gula-gula pemanis suasana. 

Jangan lupa beritahu si tua untuk mengelus-elus ubun-ubun kepala si kanak-kanaknya. Tepat di bawah matahari yang memudar menjingga.. Karena di sana ada sekeping kebahagiaan bernama kasih sayang yang tak pernah tua. 

Jika si kanak-kanak telah memancarkan senyum simpulnya, Maka beritahu si tua agar mulai bertanya tentang teka teki kebaikan. 

Mungkin saja akan kau dapati sketsa bisu yang sulit dijabarkan. Kedua mata si tua dan si kanak-kanak saling berpandangan tanpa sebait kata yang mencerahkan. Tapi bukankah sang surya memang telah terbenam. Malam pun masih baru untuk menampakkan rembulannya.

Maka, biarkan. Biarkan dua pasang mata berburu jalan menemukan jawaban. Dan biarkan pikiran menemukan muaranya. Sedangkan kau yang menyaksikan, tetaplah menanti akhir jawaban Yang Agung.

Lalu cobalah perhatikan baik-baik, si kanak-kanak sedang mengarahkan telunjuknya ke arahmu. Tepat ke arahmu. Lihat lagi, si tua senyum-senyum melihat dirimu yang kebingungan.

Jika demikian, bukankah pertanyaan si tua telah terjawab?
:)

Sunday, May 19, 2013

A Little Piece of Ground



 “Dan kunci-kunci semua yang gaib ada padaNya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)”
(QS. Al-An’am: 59)