Saturday, December 12, 2020

Menyingkap Sosok Ibu Sempurna dalam Drama Korea “Birthcare Center”

Nyaris sepuluh tahun saya tidak melirik apalagi sampai menonton drama Korea. Sekitar tahun 2011, saya mengkhatamkan drama Korea “Boys Before Flower” dan itu membuat saya “trauma”. Saya yang terlalu terbawa perasaan saat menonton setiap episodenya memutuskan hubungan dengan drama Korea manapun untuk membuat mental saya lebih sehat. Haha

Lalu di sebuah grup Whatsapp, sahabat saya merekomendasikan drama Korea berjudul “Birthcare Center” yang rilis tahun 2020 ini. Katanya bagus karena mengangkat tema kehidupan perempuan post partum. Baik, saya tertarik. Mumpung anak-anak juga sedang di rumah neneknya, maka saya menelusuri drama Korea tersebut lalu menonton habis sebanyak 8 episode di sebuah aplikasi layanan video over-the-top. Secara garis besar, drama Korea ini mengangkat kisah seorang perempuan (Hyun Jin) yang berprofesi sebagai direktur pelaksana termuda di perusahaannya. Akan tetapi, sosok mudanya berkebalikan ketika ia dinyatakan hamil pada usia berisiko (42 tahun). Menjelang persalinan, ia masih rutin ke kantor dan mengerjakan beberapa proyek perusahaan. Karena kesibukannya, ia bahkan diwakili senam hamil oleh suaminya. Bisa dikatakan ia tidak cukup memberdayakan dirinya dalam persiapan kelahiran buah hatinya. Hingga beberapa jam sebelum melahirkan, ia masih sempat bertemu dengan kolega dari perusahaan lain dan saat di depan koleganya itulah air ketubannya pecah. Belum juga ia sempat menandatangani kontrak hubungan kerja, ia segera menuju rumah sakit untuk persiapan melahirkan. Panjang cerita, ia mengalami beberapa kesulitan terutama saat proses mengedan hingga buah hatinya lahir dengan selamat.

Babak baru dimulai. Setelah keluar dari rumah sakit, ia mengusahakan pemulihan di salah satu Birthcare Center (Pusat Perawatan Pasca Melahirkan) dan bertemu beberapa perempuan yang juga baru saja menjalani proses melahirkan sang buah hati. Tempat tersebut lebih mirip seperti tempat belajar menjadi ibu baru. Bedanya terletak pada, di tempat itu masih banyak “bala bantuan” yang diberikan. Ibu post partum memiliki banyak waktu untuk beristirahat karena para bayi dipegang oleh beberapa perawat senior. Ibu dan bayi bertemu ketika waktu menyusui tiba. Rasa insecure muncul pertama kali ketika Hyun Jin merasa tidak mampu memberikan ASI kepada bayinya. Cukup lama ia berusaha dan merasakan kesakitan hingga mampu menyetok ASI itu kepada bayinya. Konflik terjadi ketika di dalam Birthcare Center tersebut ada kubu ASI dan kubu Susu Formula. Kenyataan yang membuat Hyun Jin sebagai ibu baru sekaligus wanita karir menjadi semakin bingung menentukan pilihan dengan semua pertimbangan yang telah ia pikirkan.

Jo Eun Jung, seorang ibu senior meski usianya jauh lebih mudah dibandingkan Hyun Jin, menjadi pusat perhatian para ibu di Birthcare Center tersebut. Ia tampil sebagai sosok ibu yang sempurna dengan berbagai penilaian istimewa dari para ibu. Mampu melahirkan normal dua anak kembar sebelumnya, memberikan ASI selama 2 tahun, bentuk tubuh yang tetap ideal, dan penampilan yang tetap terawat mampu menjadikan ibu-ibu yang lain insecure terhadap dirinya sendiri, tak terkecuali Hyun Jin. Selain itu, Jo Eun Jung menguasai teori pengasuhan dengan sangat baik serta selalu memperlihatkan kondisi keluarga harmonis di hadapan ibu-ibu yang lain. Sungguh sempurna!

Episode demi episode berlanjut, hingga sampai pada konflik-konflik yang dihadapi para ibu di balik karakternya masing-masing. Konflik internal sesama ibu karena perbedaan persepsi dalam mengasuh anak serta  konflik keluarga yang selama ini disembunyikan akhirnya muncul satu per satu. Hyun Jin yang tetap merasa tidak becus menjadi seorang ibu, menjalani hari-harinya di Birthcare Center dengan cukup baik. Di beberapa episode, ia tampil sebagai problem solver bagi ibu-ibu lain di tempat tersebut. Di episode yang lain, ia harus berhadapan dengan isu perselingkuhan suami di saat-saat di mana dukungan suami amat ia butuhkan. Hiks

Sedangkan Jo Eun Jung, mulai merasa tidak mampu memakai “topeng kesempurnaannya”. Ia merasa jauh dari bahagia. Kesempurnaan pengasuhan yang membuatnya dikagumi, menyimpan garis hitam di sebaliknya, ia nyatanya tak mampu mengontrol penuh “kenakalan” kedua anak kembarnya. Keharmonisan keluarga yang selama ini ia tampilkan, hanyalah fatamorgana yang membuatnya sadar bahwa ia tidak boleh terus-menerus seperti itu. Ia harus memeluk dirinya sendiri dan bahagia dengan apa adanya dirinya.

Di akhir episode, setelah beberapa konflik yang menghiasi, para ibu lulusan Birthcare Center bersiap-siap pulang ke rumah masing-masing. Babak baru pengasuhan tahap kedua dimulai. Di mana tidak ada lagi “bala bantuan” seperti saat masih di Birthcare Center. Meski sering terlibat konflik satu sama lain, para ibu akhirnya menjadi teman berbagi dalam hal pengasuhan anak. Hal ini nampak “real life” sekali. Bahwa di balik segala perbedaan pengasuhan yang kita yakini, bagaimanapun kita akan sangat butuh sosok teman berbagi. Teman yang juga merasakan kegetiran yang sama dalam perjalanan mengasuh sang buah hati.

Saya rasa, banyak pesan yang ingin disampaikan drama ini kepada para orang tua dan calon orang tua di luar sana. Meski banyak adegan yang dibuat lucu, tapi tidak mengurangi ironi dan kegetiran yang ingin disampaikan dalam drama ini. Pelan-pelan, dunia akan memahami, bahwa menjadi ibu bukanlah pekerjaan mudah. Menjadi ibu, mengharuskan kita untuk banyak belajar. Setiap ibu pasti tahu yang terbaik untuk buah hatinya, sehingga sudah sepantasnya agar ia tidak mendapat penghakiman dari siapapun. Sesama perempuan, sudah selayaknya untuk saling mendukung bukannya saling menjatuhkan. Yang tidak kalah penting adalah seorang ibu harus bahagia agar anak-anaknya juga bahagia. Para suami tolong dicatat baik-baik!

Jika ditanya siapakah sosok ibu sempurna di drama ini? Jawabannya TIDAK ADA. Begitupun di dunia ini. Tak akan mampu seorang ibu menjadi yang sempurna. Yang ada adalah, seorang ibu yang terus berusaha memberikan hal terbaik untuk anak-anaknya. Begitu banyak impian yang ditunda demi sang buah hati. Begitu banyak rasa sakit dan pengorbanan yang diberikan agar keluarga menjadi yang prioritas. Maka, hargailah mereka. Berlaku lemah lembutlah. Jangan pernah engkau menuang perih di kedalaman hati mereka.

Selamat mendulang hikmah! 😊



No comments:

Post a Comment

Menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka :')