Tuesday, December 17, 2013

Kubikel.



"...Tidak pernah ada yang tahu isi hati. Dan aku bersyukur untuk semua itu".
(Kurniawan Gunadi)

Ketika manusia dibekali kemampuan untuk membaca isi hati, maka tidak ada lagi kebiasaan menebak-nebak isi hati. Padahal, tidak sedikit orang yang menikmatinya.
Tak ada lagi setumpuk kata yang menari-nari di simpul saraf otak yang membuatmu bertanya-tanya tentang kepastian ini, kepastian itu.

Tak ada lagi rahasia yang bisa disimpan di ruang hati yang terdalam, karena begitu bertemu, sontak saja isi hati itu sudah bisa terbaca. Cintamu, perhatianmu, bencimu, sukamu, kagummu, amarahmu. Maka ruang hati yang terdalam tak lain hanya menjadi sebuah ruang hampa yang tak lagi berguna.

Tak ada lagi kepura-puraan dalam perpisahan. Pun kepura-puraan dalam pertemuan. Sedihmu terbaca saat berpisah. Senangmu terbaca saat bertemu. Tak ada lagi kejutan dengan letupan kecil di dadamu. Karena, semua hati yang kau temui bisa kau baca dengan mudah.

Lalu, kemampuan membaca isi hati akan menggiringmu pada berkurangnya pula satu kesempatan untuk berbuat baik. Mengapa? Karena ketidakmampuan membaca isi hati, akan mendorongmu untuk senantiasa berprasangka baik. Mau atau tidak, siap atau tidak, berprasangka baik adalah manifestasi dari ketidakmampuanmu membaca isi hati. Lalu prasangka itu pula yang akan mengantarkanmu kepada kasih sayangNya. 
Jika manusia dimampukan untuk membaca isi hati, maka prasangka akan bergantung pada apa yang ia baca, bukan?

Selalu, tersembunyi banyak hikmah dari “keterbatasan” yang Ia ciptakan. Adakah kita mengambil pelajaran?

No comments:

Post a Comment

Menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka :')