Monday, June 17, 2013

Sekerat Epidemiologi & Kisah Sahabat Rasulullah



Memang ya, mengerjakan tugas itu sangat amat membutuhkan seni. Seni menjaga pola makan, seni mencari bahan laporan, seni mencuri-curi waktu, sampai seni beladiri. Membagi waktu antara mengerjakan tugas kuliah, melaksanakan amanah lingkaran, dan mengurus tugas rumah tangga (halah sok) membuat saya harus memiliki tenaga ekstra. Banyak hal yang sudah berubah. Dulu, kepuasan saya hanya terbentur pada selesainya tugas. Hanya sampai di situ. Sekarang, semakin ingin mencapai akhir, saya semakin bertingkah sebagai komentator untuk tugas saya sendiri. Jadilah saya sebagai orang yang harus perfeksionis dalam hal ini. Mana lagi kerja tim yang sangat dituntut. 

Suatu hari, saya pernah menanyakan suatu hal kepada tim/kelompok di kelas saya yang sedang mempresentasikan laporannya. Lalu tak disangka, pertanyaan ini dijawab langsung oleh professor epidemiologi yang mengajar pada saat itu. Bahwa keterampilan di masa depan yang paling dituntut dari seorang epidemiolog adalah penguasaan seluruh perangkat lunak analisis statistik, keterampilan komunikasi visual, dan kerja tim. Tiga pilar ini merangkum seluruh kebutuhan masa depan terhadap dunia epidemiologi. Saya? Hadeuh, masih jauh dari standar yang diinginkan. Masih harus banyak belajar dari orang-orang yang sudah ahli. Dan menurut saya nih ya, bukan semata-mata mampunya kita untuk memiliki keterampilan tersebut, tapi semangat belajar itu yang penting. Jangan mudah puas terhadap apa yang telah kita mampuni saat ini. Jangan congkak, apalagi suka memanfaatkan kesempatan untuk “membodohi” satu sama lain. 

Teringat sosok sahabat Rasulullah, Abdullah Bin Ummi Maktum. Sepupu dari Siti Khadijah Radiyallahu ‘anha. Seorang buta yang sama sekali tidak surut semangatnya dalam mempelajari Islam. Beliau adalah musabab turunnya surah ‘Abasa, yang merupakan teguran untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, yang pada saat itu bermuka masam ketika Abdullah Bin Ummi Maktub hendak belajar Islam padanya. 

Mungkin saja kita tidak tahu, bahwa Abdullah Bin Ummi Maktum adalah muadzin di zaman Rasulullah selain Bilal Bin Rabah. Mungkin juga kita tidak tahu, bahwa Abdullah Bin Ummi Maktum pernah beberapa kali menggantikan posisi Rasulullah sebagai walikota Madinah. Atau, ketika turun ayat tentang pengecualian untuk tidak ikut berperang bagi mereka yang memiliki udzur (tidak mampu), Abdullah Bin Ummi Maktum tetap ikut dan menjadi salah satu pemegang bendera Islam yang syahid pada perang Qadisiah melawan tentara Persia penyembah berhala. Pada saat itu, kemenangan gemilang atas Islam. Maka, hikmah apalagi yang kiranya tidak membuat kita tercengang dari kisah Abdullah Bin Ummi Maktum?

Pada Abdullah Bin Ummi Maktum yang buta mata fisiknya, Allah memberinya mata hati yang cemerlang untuk mempelajari Islam. Semoga saya dan kita semua yang sempurna fisiknya, yang masih bisa melihat, mendengar, berfikir, dan berucap mampu mengambil hikmah yang terserak dari kisah beliau. Menjadi cermin ketika kita sedang fakir semangat dan menjadi pengingat ketika kita sedang terlampau lapang. Agar tak ada lalai dalam mempelajari ilmu.

Selamat belajar! Semoga kita senantiasa bersemangat dalam mempelajari dan mengajarkan ilmu kebaikan, apapun itu. Lillah,fillah :)

No comments:

Post a Comment

Menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka :')