Sudah
menjadi rutinitas ketika salah satu di antara kami dilanda kekerean yang
kronis, maka salah satu di antaranya akan berbelas kasih mentraktir satu yang
lainnya untuk makan di sebuah rumah makan. Tidak ada tempat makan khusus yang rutin
kami kunjungi. Tempat makan apa yang dituju, bergantung pada keputusan sepihak
yang diambil oleh pihak yang mentraktir. Lalu dari rutinitas inilah, saya
mendapatkan banyak pelajaran dari tempat ramai dan ribut bernama rumah makan.
Pernah
tidak, ketika kamu mengunjungi sebuah rumah makan, pandanganmu tertuju pada
beberapa orang yang ada di seberang meja. Entah di depanmu, di sampingmu, atau
di belakangmu (yang ini dilihat lewat cermin). Pemandangan yang hampir selalu
mencuri perhatianmu. Mereka yang sedang duduk di seberang meja, sedang menunggu
pesanan makanannya. Mereka, sebuah keluarga yang terdiri dari seorang istri,
suami, serta satu atau beberapa orang anaknya. Nah, coba perhatikan tingkah si
ibu terhadap suami dan anak-anaknya. Ketika pesanan makanan telah datang, maka
si Ibu dengan sigapnya membagi setiap pesanan itu kepada suami dan
anak-anaknya.
Ketika
si Ayah anak-anak makan dengan lahapnya, maka kini saatnya si Ibu membagi
fokusnya kepada anak-anaknya. Mengambil piring anaknya yang masih kecil,
kemudian ia memulai beberapa tahap kegiatan yang selalu berhasil membuat saya
tertawa dan kagum. Misalnya, sebelum menyuapkan makanan, terlebih dahulu
makanan itu ia tiup dulu sampai dingin, lalu dicobanya sendiri makanan itu
sampai si Ibu yakin untuk menyuapkan ke mulut anaknya. Setelah itu barulah
makanan berhasil mendarat di mulut si anak. Ketika pesanan makanannya berkuah,
si Ibu akan meracik dahulu makanan tersebut dengan beberapa sendok kecap, saya
jarang melihat seorang Ibu menyendokkan sambal ke mangkuk anaknya. Setelah itu,
dicobanya kembali makanan itu sebelum memberikan kepada anaknya. Sampai tiba
saatnya ketika si Ibu bisa melahap makanannya sendiri. Ini pun mesti dibarengi
dengan harusnya si Ibu menarik satu per satu lembar tissue di atas meja, lalu
membersihkan makanan yang menempel di
pipi anak-anaknya. Seperti itu, sampai semuanya selesai makan.
Beberapa
kali saya mendapatkan pemandangan serupa di rumah makan yang berbeda. Seorang
Ibu yang tidak akan menyentuh makanannya sendiri sebelum memastikan
anak-anaknya sudah makan dengan baik. Terkadang saya menyeletuk ke adik
laki-laki saya, bahwa suatu saat ia akan menjadi seorang ayah dengan entah
berapa orang anak. Maka, ketika ia mengalami peristiwa seperti yang sedang saya
saksikan, tidak ada salahnya jika ia membantu istrinya mengurus anak-anaknya
pada saat makan. Pengalaman saya, ketika si Ibu sibuk mengurus anak-anaknya,
sebagian besar si Ayah malah sibuk dengan makanannya sendiri. Haha #dikeroyok
Jadi
kesimpulannya, saya harus segera beranjak ke kasir sebelum bapak-bapak di
seberang meja menghampiri saya dan menanyakan apa motif sehingga dari tadi saya
memperhatikan mereka. Ah, sungguh banyak hikmah dari orang-orang di sekitar
kita. Tak perlu mengenal mereka untuk mendapatkan hikmah tersebut, bukan?. Maka, mari kita
makan (lagi) !!
itulah naluri seorang ibu....
ReplyDelete