Thursday, April 18, 2013

Di Seberang Meja



Sudah menjadi rutinitas ketika salah satu di antara kami dilanda kekerean yang kronis, maka salah satu di antaranya akan berbelas kasih mentraktir satu yang lainnya untuk makan di sebuah rumah makan. Tidak ada tempat makan khusus yang rutin kami kunjungi. Tempat makan apa yang dituju, bergantung pada keputusan sepihak yang diambil oleh pihak yang mentraktir. Lalu dari rutinitas inilah, saya mendapatkan banyak pelajaran dari tempat ramai dan ribut bernama rumah makan.
 
Pernah tidak, ketika kamu mengunjungi sebuah rumah makan, pandanganmu tertuju pada beberapa orang yang ada di seberang meja. Entah di depanmu, di sampingmu, atau di belakangmu (yang ini dilihat lewat cermin). Pemandangan yang hampir selalu mencuri perhatianmu. Mereka yang sedang duduk di seberang meja, sedang menunggu pesanan makanannya. Mereka, sebuah keluarga yang terdiri dari seorang istri, suami, serta satu atau beberapa orang anaknya. Nah, coba perhatikan tingkah si ibu terhadap suami dan anak-anaknya. Ketika pesanan makanan telah datang, maka si Ibu dengan sigapnya membagi setiap pesanan itu kepada suami dan anak-anaknya. 

Ketika si Ayah anak-anak makan dengan lahapnya, maka kini saatnya si Ibu membagi fokusnya kepada anak-anaknya. Mengambil piring anaknya yang masih kecil, kemudian ia memulai beberapa tahap kegiatan yang selalu berhasil membuat saya tertawa dan kagum. Misalnya, sebelum menyuapkan makanan, terlebih dahulu makanan itu ia tiup dulu sampai dingin, lalu dicobanya sendiri makanan itu sampai si Ibu yakin untuk menyuapkan ke mulut anaknya. Setelah itu barulah makanan berhasil mendarat di mulut si anak. Ketika pesanan makanannya berkuah, si Ibu akan meracik dahulu makanan tersebut dengan beberapa sendok kecap, saya jarang melihat seorang Ibu menyendokkan sambal ke mangkuk anaknya. Setelah itu, dicobanya kembali makanan itu sebelum memberikan kepada anaknya. Sampai tiba saatnya ketika si Ibu bisa melahap makanannya sendiri. Ini pun mesti dibarengi dengan harusnya si Ibu menarik satu per satu lembar tissue di atas meja, lalu membersihkan makanan yang  menempel di pipi anak-anaknya. Seperti itu, sampai semuanya selesai makan. 

Beberapa kali saya mendapatkan pemandangan serupa di rumah makan yang berbeda. Seorang Ibu yang tidak akan menyentuh makanannya sendiri sebelum memastikan anak-anaknya sudah makan dengan baik. Terkadang saya menyeletuk ke adik laki-laki saya, bahwa suatu saat ia akan menjadi seorang ayah dengan entah berapa orang anak. Maka, ketika ia mengalami peristiwa seperti yang sedang saya saksikan, tidak ada salahnya jika ia membantu istrinya mengurus anak-anaknya pada saat makan. Pengalaman saya, ketika si Ibu sibuk mengurus anak-anaknya, sebagian besar si Ayah malah sibuk dengan makanannya sendiri. Haha #dikeroyok

Jadi kesimpulannya, saya harus segera beranjak ke kasir sebelum bapak-bapak di seberang meja menghampiri saya dan menanyakan apa motif sehingga dari tadi saya memperhatikan mereka. Ah, sungguh banyak hikmah dari orang-orang di sekitar kita. Tak perlu mengenal mereka untuk mendapatkan hikmah tersebut, bukan?. Maka, mari kita makan (lagi) !!

1 comment:

Menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka :')