Kukatakan, kita memang tak bisa seperti dulu lagi. Selalu berbalas kata intensif selama tiga kali matahari berevolusi. Setiap hari bersama-sama mengumpulkan senyum pada dinding kuning gading yang menjanjikan kebaikan kemudian berburu tempat sandaran paling depan, tepat di depan mereka yang mengabdi demi sebuah perubahan.
Kukatakan, mungkin saat ini pijakan kita tak sama. Tapi yakinlah, kita masih membawa hati yang sama yang membuat kita masih saling terpaut. Meski kita saling jauh.
Kamu yang kutahu kuat, kamu yang kutahu sebagai pekerja keras, semoga mampu bertahan dalam desakan dinding kuning gading yang semakin riuh dengan nyanyian apatisnya. Jangan pernah lupa mengabariku untuk setiap momen penting yang terjadi dalam hidupmu. Pun kelak, ketika toga itu telah terpasang di atas kerudungmu.
Tenang, aku akan menunggumu. Di tempat yang lebih luas dengan kebaikan yang lebih banyak jumlahnya. Semoga dan semoga suatu saat nanti, entah kapan, kita masih sempat duduk berdampingan. Masih dengan sarapan yang sama. Morbiditas, mortalitas, frekuensi, distribusi, determinan, data, penyakit, analisis, statistik kesukaanmu yang bikin perut mules, dan mereka yang tak mampu kusebut satu per satu. Bagaimanapun, mereka yang mempertemukan kita. Mereka yang menyatukan kita, dan mereka yang membuat kita saling mengakrabi. Meski terkadang kita tak selalu menyadari.
Ingat, kita sudah terlanjur bermimpi. Maka jangan sampai kita terbenam karena telah menzhalimi mimpi-mimpi kita. Mari berpacu dengan waktu. Karena ia tak selalu bergerak linear. Terkadang acak, siklus, atau melakukan loncatan-loncatan. Dan kita pun harus seperti itu, tanpa lupa untuk selalu menempatkan doa & ikhtiar pada porosnya.
Kamu, yang pasti sedang membaca tulisan ini. Aku berharap setiap hurufnya bisa mewakili terima kasihku. Untukmu, yang selalu ada. Meski aku tak selalu tahu.
Semoga tetap menjadi ‘silent reader’ untuk si hijau seperti katamu. Dan kebaikan selalu mengikutimu ketika kamu meninggalkannya.
Jika tidak berlebihan, maka anggap saja ini adalah setangkai aster merah jambu yang baru saja kupetik diam-diam di taman desember. Khusus untuk ‘dua bebek’ mu. Semoga mereka berkenan menjadi bebek-bebek yang manis di mata dunia.
Jangan lupa kembali lagi. Menjengukku. Terlebih ketika sebagian hal yang substansial kadang tak bisa lagi diajak bersepakat.
Hadiah terindah yg pernah aku terima...
ReplyDeleteterimakasih salki, atas semuanya...
sama-sama.. Senang sekali bisa melakukannya untukmu :)
ReplyDelete