Saturday, June 4, 2011

Amnesia yang Membuat Rindu

Ternyata, sudah cukup lama kita tak berbincang dan bercakap ringan tentang masa depan . Aku bahkan hampir tak pernah menggerakkan jemariku untuk mencari namamu dalam buku kontak teleponku. Mengirimkan beberapa bait ucapan terima kasih, ungkapan sayang, atau menanyakan perihal kabarmu. Aku juga lupa kapan terakhir aku memelukmu, menatap wajahmu, dan mencium tanganmu. Entahlah, sepertinya aku sedang amnesia. Amnesia pada pengorbananmu, amnesia pada kebaikanmu. Lalu, masih pantaskah aku merasakan semua itu? Baru saja aku mendapat kabar dari langit malam, bahwa kau sedang rindu. Lantas kutanya pada angin yang menghembus, tentang seberapa besar rindumu padaku? Tapi hembusannya tak bisa menjawab. Lalu, aku bertanya pada bintang, tapi ia hanya kerlip dan perlahan bersembunyi di balik awan. Aku masih tak mendapat jawaban. Sepertinya langit, angin, dan bintang lagi tidak bersahabat. Atau mungkin saja mereka juga amnesia. Sama halnya denganku.

Tanpa sempat pamit pada malam, kuputuskan saja untuk masuk ke ruang mediasiku lalu mengaduk secangkir kopi yang sedari tadi menungguku. Tiba-tiba air mataku tumpah setelah kuseruput sedikit kopi itu. Ternyata, aku merindukan saat-saat dimana setiap pagi harus mengaduk secangkir kopi untukmu. Secangkir kopi yang berisi harapan agar ada senyuman di wajahmu setelah kau menyeruputnya dan beberapa saat kemudian ada dua jempol untukku pertanda kopi itu amat terasa nikmat untukmu. Lalu kau berangkat kerja dan pulang tatkala sore tiba. Berharap ketika pulang, kau membawa bungkusan untukku dan untuk adikku. Walaupun faktanya kau lebih sering tidak membawa apa-apa selain rasa capek dan lelah fisikmu bekerja seharian.

Ah, tiba-tiba semuanya berubah jadi rindu. Seperti rindu yang kau sampaikan pada langit malam.

Akhirnya, aku mengerti mengapa aku tak mendapat jawaban tentang seberapa besar rindumu padaku. Karena ia memang tak terhitung jumlahnya. Jumlahnya yang terlampau banyak bahkan membuatnya dapat ditemukan dalam secangkir kopi sekalipun.

Terima kasih yaa Allah, kudapatkan lagi manisnya cinta dari seorang hambaMu.

Terima kasih Ayah, sungguh aku sangat mencintaimu, menyayangimu dengan segala ketidaksempurnaanmu.

Aku akan pulang. Mengaduk secangkir kopi untukmu, melihatmu memakai kopiah karanjang, dan bercerita tentang konsep masa depan yang baru saja kurancang. Insya Allah !

2 comments:

  1. jangan pulang dulu sebelum kamu mengajarkanku bagaimana melampiaskan rindu ke dalam blog

    ReplyDelete
  2. jadi irih dng orng2 yang masih bisa bertemu dan berbakti kepada orang tuanya....

    ReplyDelete

Menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka :')