Tuesday, August 13, 2013

Gingga, Sebuah Teguh yang Menjulang

Pagi-pagi, langit sudah membingkai dirinya dengan selaput merah jambu yang lembut. Gingga memandanginya dengan simpul senyum yang longgar. Tak kaku, seperti kerat roti di samping cangkir kopinya, roti yang telah dioles dengan selai bertabur doa. Bingkai langit membawa ingatannya pada sosok yang masih bertaut dalam imajinya. Sosok yang dulu ada, lalu pergi dan meninggalkan jejak rindu yang dalam. Hingga bila tatapannya bertemu, maka tak ada debar berkepanjangan selain debar di dua katub jantungnya. 

Hari ini sebuah kotak dari kayu mahogany siap diseberangkan ke sebuah negeri yang tak bertuan. Kotak mahogany  yang ia beri aroma pagi dengan sedikit ukiran dari ampas kopi. Dalam diamnya, Gingga berharap bahwa bila pun kotak mahogany tak sampai di seberang, setidaknya masih ada langit yang dapat memantulkan pesannya. Setiap hari. Meski langit terkadang balik mendiaminya dan membiarkannya menyimpul makna seorang diri.

Kalaulah memang kotak mahogany ditakdirkan tak akan pernah bertemu muara di seberang negeri sana, maka sungguh tak boleh ada harapan yang sia-sia. Ia harus tetap tumbuh meski tak selalu disirami dengan air kesejukan. Sebab, barangkali kemarau di negeri seberang lah yang akan membuatnya tegar. 

Tentang tegar, Gingga mengingat-ingat kumpulan rangkai huruf tentang karang dan ombak. Sungguh mereka adalah kawan baik yang mempunyai banyak cerita tentang tegar. Tegar yang hampir luput dalam ingatan Gingga. Kalaulah bukan karena karang dan ombak, orang-orang akan mendapati Gingga sebagai jiwa yang kerdil.
Selepas Gingga, kotak mahogany memulai ceritanya. Mencari negeri, menyusuri tempat demi tempat. Lalu pada suatu ketika, ia menemukan sepasang sepatu lusuh tepat di bawah jendela yang retak. Sepertinya ia telah menemukan sebuah jejak.

Kotak mahogany melempar pandangannya dari balik luar jendela. Di dalamnya, sosok yang bertaut dalam imaji sedang mengepak sebuah benda yang ia ikat dengan tali kuat-kuat. Langit cerah. Kotak mahogany menerima pantulan itu. Perlahan ia secerah langit yang menaunginya. Tak lama lagi, ia akan mengirim kabar pada Gingga. Janjinya utuh. Kabar penemuan kembali sosok yang Gingga rindukan. Perkenalkan, ia adalah teguh yang menjulang.
 


No comments:

Post a Comment

Menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka :')