Pekan-pekan di Bulan Januari memang
memiliki sensasi tersendiri bagi diri saya pribadi. Januari, di mata saya yang
masih polos ini (?) bagaikan barbel kehidupan yang mesti saya angkat
pelan-pelan. Bayangkan jika saya yang “belalang” ini mesti mengangkat barbel
(?), jika tanpa persiapan yang maksimal, maka barbel yang saya angkat itu akan
jatuh dan mengenai kaki saya. Jadi untuk menghindari barbel tersebut jatuh,
maka jauh-jauh hari saya telah mempersiapkan sedikit bekal jika nanti
pekan-pekan barbel itu tiba (?).
Pertama, begitu tahun masehi berganti,
maka saya fokus nonton saja (?). Menghabiskan stok tenaga untuk tertawa
sepanjang malam bersama beberapa orang yang serumpun dan bernasib sama. Kami telah
menunggu pemutaran film ini selama beberapa pekan lamanya. Begitu muncul, kami
telah bersepakat untuk begadang dan menonton film ini beserta iklan-iklannya sampai
habis. Film India yang dimainkan oleh abah Shahrukh Khan ini judulnya Chennai Express,
dibuat akhir tahun 2013. Setelah menonton, kami mengadakan survei
kecil-kecilan. Dari semua responden yang telah menonton film tersebut, cuma satu
responden yang mengatakan film ini romantis. Selebihnya mengatakan bahwa film
ini sangat lucu. Ngomong-ngomong, teman saya yang satu tadi memang memiliki romantic senses yang tinggi. Jadi wajar
bila menonton film yang lucu pun, ia masih bisa menangkap sisi keromantisan
film tersebut. Tidak sama dengan kami yang daya tangkap keromantisannya perlahan
telah digilas oleh zaman yang semakin kejam (?).
Satu pekan berjalan, saya mulai
memasuki tahap angkat barbel pelan-pelan. Perlahan sudah memasuki intensitas tinggi
mengurung diri di kamar. Perlahan mulai cuek dengan mas sari
roti yang tiap malam lewat di depan kostan (?), juga mulai membiasakan diri
untuk rajin minta do’a ke ibu, bapak, tante, om, dan saudara. Do’a apapun yang
baik-baik. Mengingat bahwa tahun ini adalah tahun yang cukup riskan nan
bersejarah bagi saya (?).
Pernah dengar ilmu hermeneutika? Saya
juga baru dengar sih. Ilmu itu semacam ilmu menafsirkan. Biasanya menafsirkan
kitab suci dan seringkali dihubungkan dengan Hermes (bukan merek tas), seorang
tokoh dalam mitologi Yunani yang merupakan perantara dewa dengan manusia. Namun,
seiring perkembangan zaman, ilmu hermeneutika lebih diarahkan kepada ilmu
memahami sesuatu. Tapi sekarang kita tidak akan membahas lebih dalam tentang
Hermes yang kini menjadi merek terkenal tas-tas sosialita (?). Kita akan
membahas apa yang terjadi dengan diri saya (?).
Jadi begini, beberapa kali ketika saya
akan menghadapi sesuatu, tiba-tiba saja saya akan membuat semacam asumsi
tentang jadi atau tidaknya sesuatu itu saya lakukan. Ada untungnya juga menurut
saya. Sebab, jika saya merasa akan mendapat giliran terhadap sesuatu itu, maka
saya bisa habis-habisan melakukan persiapan untuk itu. Kemarin, walaupun
kondisi sedang tidak begitu baik, saya bisa menyelesaikan sebuah draf proposal
sebab saya merasa akan mendapat giliran untuk mempresentasikannya. Padahal dari
30 orang, Cuma 10 orang yang akan mendapat giliran. Walhasil, 3 hari kemudian,
jadilah saya orang ketiga yang “beruntung” mempresentasikan draf proposal yang
dikerja selama 3 hari itu. Saya sih tidak percaya ya yang namanya kebetulan,
sebab segala sesuatunya telah dirancang kemudian ditetapkan kejadiannya. Tapi bisa
merasakan sebelum kejadiannya, mungkin ini yang disebut temporalitas dalam
teori kausasi AB. Hill atau time order
oleh Susser. #ngaco
Sebelumnya, ketika mencari dukungan
referensi untuk draf proposal ini, beberapa orang telah saya ganggu hanya untuk
sekedar bertanya ini itu. Saya menghubungi mereka sebab saya yakin mereka bisa
membantu saya. Alhamdulillah, mereka adalah tangan-tangan dingin anugrah Tuhan.
Semua bisa diselesaikan dengan baik. Mungkin saja beginilah takdir Allah
bekerja. Engkau sudah kelimpungan mencari sesuatu, kemudian Allah melihat
perjuanganmu, lalu menghadiahimu jawaban lewat orang-orang di sekitarmu. Saya memahaminya
sebagai konsep Maha Kasih Sayangnya Allah kepada hambaNya. Cukup kurangi
rutinitas mengeluhmu. Sebab kata Ustadz Nouman Ali Khan, mengeluh adalah tanda
bahwa kita belum cukup memahami apa makna sebenarnya dari Ar-Rahman. Sesederhana
itu. Saya sering mencobanya, dan berhasil saja tanpa tahu apa sebabnya. Ini adalah
semacam pembuktian bahwa Allah memang tidak pernah menyalahi janjiNya. Pun
tidak pernah mendzolimi hambaNya. HambaNya lah yang mendzolimi dirinya sendiri.
Mengenai ilmu hermeneutika ini, saya
kira menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Sayang untuk ilmu filsafat, saya
tidak begitu bisa memahaminya dengan cepat. Butuh memutar otak berkali-kali
sampai bisa memahami kulitnya. Lalu memutar otak lagi untuk memahami isinya. Seperti
itu. Mungkin karena saya memang lebih bisa menerima sesuatu yang
sederhana-sederhana saja. Bagi saya, ilmu hermeneutika ini agak kompleks. Buktinya,
ilmu hermeneutika ini belum bisa saya terapkan untuk menebak isi hatimu. (wastafel,
mana wastafel ?!)
Barusan nonton ceramah. Hermeneutika ini "berbahaya" jika diterapkan untuk menafsirkan Al-Qur'an. Tetap serahkan kepada ahli tafsir yg memiliki ilmu tentang itu.
ReplyDeleteWallahu a'lam.