Sunday, January 19, 2014

Pekan-Pekan Hermeneutika



Pekan-pekan di Bulan Januari memang memiliki sensasi tersendiri bagi diri saya pribadi. Januari, di mata saya yang masih polos ini (?) bagaikan barbel kehidupan yang mesti saya angkat pelan-pelan. Bayangkan jika saya yang “belalang” ini mesti mengangkat barbel (?), jika tanpa persiapan yang maksimal, maka barbel yang saya angkat itu akan jatuh dan mengenai kaki saya. Jadi untuk menghindari barbel tersebut jatuh, maka jauh-jauh hari saya telah mempersiapkan sedikit bekal jika nanti pekan-pekan barbel itu tiba (?).

Pertama, begitu tahun masehi berganti, maka saya fokus nonton saja (?). Menghabiskan stok tenaga untuk tertawa sepanjang malam bersama beberapa orang yang serumpun dan bernasib sama. Kami telah menunggu pemutaran film ini selama beberapa pekan lamanya. Begitu muncul, kami telah bersepakat untuk begadang dan menonton film ini beserta iklan-iklannya sampai habis. Film India yang dimainkan oleh abah Shahrukh Khan ini judulnya Chennai Express, dibuat akhir tahun 2013. Setelah menonton, kami mengadakan survei kecil-kecilan. Dari semua responden yang telah menonton film tersebut, cuma satu responden yang mengatakan film ini romantis. Selebihnya mengatakan bahwa film ini sangat lucu. Ngomong-ngomong, teman saya yang satu tadi memang memiliki romantic senses yang tinggi. Jadi wajar bila menonton film yang lucu pun, ia masih bisa menangkap sisi keromantisan film tersebut. Tidak sama dengan kami yang daya tangkap keromantisannya perlahan telah digilas oleh zaman yang semakin kejam (?). 

Satu pekan berjalan, saya mulai memasuki tahap angkat barbel pelan-pelan. Perlahan sudah memasuki intensitas tinggi mengurung diri di kamar. Perlahan mulai cuek dengan mas sari roti yang tiap malam lewat di depan kostan (?), juga mulai membiasakan diri untuk rajin minta do’a ke ibu, bapak, tante, om, dan saudara. Do’a apapun yang baik-baik. Mengingat bahwa tahun ini adalah tahun yang cukup riskan nan bersejarah bagi saya (?).

Pernah dengar ilmu hermeneutika? Saya juga baru dengar sih. Ilmu itu semacam ilmu menafsirkan. Biasanya menafsirkan kitab suci dan seringkali dihubungkan dengan Hermes (bukan merek tas), seorang tokoh dalam mitologi Yunani yang merupakan perantara dewa dengan manusia. Namun, seiring perkembangan zaman, ilmu hermeneutika lebih diarahkan kepada ilmu memahami sesuatu. Tapi sekarang kita tidak akan membahas lebih dalam tentang Hermes yang kini menjadi merek terkenal tas-tas sosialita (?). Kita akan membahas apa yang terjadi dengan diri saya (?).

Jadi begini, beberapa kali ketika saya akan menghadapi sesuatu, tiba-tiba saja saya akan membuat semacam asumsi tentang jadi atau tidaknya sesuatu itu saya lakukan. Ada untungnya juga menurut saya. Sebab, jika saya merasa akan mendapat giliran terhadap sesuatu itu, maka saya bisa habis-habisan melakukan persiapan untuk itu. Kemarin, walaupun kondisi sedang tidak begitu baik, saya bisa menyelesaikan sebuah draf proposal sebab saya merasa akan mendapat giliran untuk mempresentasikannya. Padahal dari 30 orang, Cuma 10 orang yang akan mendapat giliran. Walhasil, 3 hari kemudian, jadilah saya orang ketiga yang “beruntung” mempresentasikan draf proposal yang dikerja selama 3 hari itu. Saya sih tidak percaya ya yang namanya kebetulan, sebab segala sesuatunya telah dirancang kemudian ditetapkan kejadiannya. Tapi bisa merasakan sebelum kejadiannya, mungkin ini yang disebut temporalitas dalam teori kausasi AB. Hill atau time order oleh Susser. #ngaco

Sebelumnya, ketika mencari dukungan referensi untuk draf proposal ini, beberapa orang telah saya ganggu hanya untuk sekedar bertanya ini itu. Saya menghubungi mereka sebab saya yakin mereka bisa membantu saya. Alhamdulillah, mereka adalah tangan-tangan dingin anugrah Tuhan. Semua bisa diselesaikan dengan baik. Mungkin saja beginilah takdir Allah bekerja. Engkau sudah kelimpungan mencari sesuatu, kemudian Allah melihat perjuanganmu, lalu menghadiahimu jawaban lewat orang-orang di sekitarmu. Saya memahaminya sebagai konsep Maha Kasih Sayangnya Allah kepada hambaNya. Cukup kurangi rutinitas mengeluhmu. Sebab kata Ustadz Nouman Ali Khan, mengeluh adalah tanda bahwa kita belum cukup memahami apa makna sebenarnya dari Ar-Rahman. Sesederhana itu. Saya sering mencobanya, dan berhasil saja tanpa tahu apa sebabnya. Ini adalah semacam pembuktian bahwa Allah memang tidak pernah menyalahi janjiNya. Pun tidak pernah mendzolimi hambaNya. HambaNya lah yang mendzolimi dirinya sendiri.

Mengenai ilmu hermeneutika ini, saya kira menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Sayang untuk ilmu filsafat, saya tidak begitu bisa memahaminya dengan cepat. Butuh memutar otak berkali-kali sampai bisa memahami kulitnya. Lalu memutar otak lagi untuk memahami isinya. Seperti itu. Mungkin karena saya memang lebih bisa menerima sesuatu yang sederhana-sederhana saja. Bagi saya, ilmu hermeneutika ini agak kompleks. Buktinya, ilmu hermeneutika ini belum bisa saya terapkan untuk menebak isi hatimu. (wastafel, mana wastafel ?!)

1 comment:

  1. Barusan nonton ceramah. Hermeneutika ini "berbahaya" jika diterapkan untuk menafsirkan Al-Qur'an. Tetap serahkan kepada ahli tafsir yg memiliki ilmu tentang itu.

    Wallahu a'lam.

    ReplyDelete

Menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka :')