Sunday, February 8, 2015

Kenangan Aisyah



Rasulullah berjalan ke bak air, berwudhu dengan sedikir menuangkan air, kemudian mendirikan shalat, lalu menangis. Air matanya mengalir ke dadanya. Tidak henti-hentinya beliau menangis hingga Bilal mengumandangkan adzan Subuh. “Wahai Rasulullah, apa yang menjadikan engkau menangis sedangkan Allah telah mengampuni dosa-dosamu?”. Tanya Aisyah. Maka Rasulullah dengan lembut berkata,”Apakah tidak selayaknya jika aku menjadi hamba Allah yang banyak bersyukur?”.

Sebuah potongan kisah tatkala Aisyah ditanya oleh seorang sahabat perihal apa yang paling berkesan baginya selama hidup bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kisah yang bukan sekedar haru biru atas kerinduannya kepada Rasulullah. Siang dan malam adalah rentetan hari perjuangan bersama Rasulullah. Indah, meski terkadang melelahkan. Kisah yang dituturkan Aisyah, adalah serangkaian makna tentang bagaimana Rasulullah menyikapi masa lalu dan masa depan. Adalah pelajaran yang sangat mahal bagi siapapun yang hendak meniti jalan kemuliaannya.

Tangis Rasulullah adalah cermin bagi kita. Bila Rasulullah yang dosanya telah diampuni, masa lalunya bersih dan masa depannya cemerlang masih menghadap Allah dalam tangis-tangis panjang, bagaimana dengan diri kita?. Betapa kita sangat perlu menambal dan mereparasi kesalahan-kesalahan kita di masa lalu. Ada sisi yang harus kita benahi. Tetapi tetap saja ada sisi lain yang harus kita syukuri. Kita lahir, tumbuh dan menjadi dewasa, bisa merasakan berbagai hal dengan hati, pikiran, perasaan, juga dengan panca indera kita. Jikapun bergunung syukur yang kita panjatkan, sejujurnya tidak akan pernah sebanding dengan gugusan nikmat itu.

Tangis Rasulullah, adalah dimensi perbaikan bagi kita, bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Apa yang telah dan akan terjadi adalah rantai panjang yang setiap mata rantainya hanya hadir sekali, kecuali sebuah kemiripan yang baru yang berulang, namun tidak akan sama persis. Dalam sisa umur yang entah berapa, tidak ada yang lebih indah dari merasakan manisnya iman bersama dengan orang-orang yang saling mendukung, saling menjaga, saling mengingatkan, dan saling menyayangi dalam bingkai syukur dan ampunan, dalam rangka ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla.
Seperti tangis Rasulullah itu. seperti kenangan Aisyah itu. :)

No comments:

Post a Comment

Menerima kritik dan saran dengan tangan terbuka :')