Saya,
mungkin juga anda, masing-masing memiliki panutan dalam dunia kepenulisan dan
perfilman. Saya selalu berharap agar kelak saya mampu menulis sebuah buku
seberhikmah Ustadz Salim A.Fillah. Yang kata-katanya mampu menyadarkan raga
yang jumawa, yang nasehatnya mampu menghadirkan oase di tengah keringnya iman.
Di
tahun 2010, saya langsung jatuh cinta pada karya-karya bang Tere Liye setelah
membaca novel “Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin”. Spontan saya
kegirangan begitu tahu bahwa aktor idola saya, Reza Rahadian berperan sebagai abi
Delisa dalam film yang diadaptasi dari novel Tere Liye yang berjudul Hafalan
Shalat Delisa di akhir tahun 2011. Hal ini membuat saya sungguh kecewa tatkala
mengetahui bahwa di tahun berikutnya, Reza Rahadian “batal” memerangi sosok
Dalimunte di film Bidadari-Bidadari Syurga, adaptasi dari novel Tere Liye
dengan judul yang sama. Tapi, rasa kecewa itu langsung terobati begitu
mengetahui bahwa Reza Rahadian akan memerangi sosok BJ.Habibie di film biografi
Habibie Ainun dan uda Aziz di Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck di tahun
berikutnya lagi. Anehnya, saya tidak ngebet
menonton film Reza Rahadian semisal Test
Pack. Mungkin sahabat saya benar, bahwa artinya saya tidak fanatik amat dengan
Reza Rahadian. Alhamdulillah, artinya saya masih berada dalam “koridor” yang
benar :D
Satu
hal yang agak ganjil, bahwa di dunia kepenulisan misalnya, saya tidak begitu menyukai
karya-karya penulis yang sudah memiliki banyak penggemar. Tere Liye misalnya,
begitu karya-karyanya melejit seperti sekarang, saya jadi malas membaca lagi
novelnya. Novel terakhir yang saya baca (sebagian) adalah sekuel Negeri Para
Bedebah, tahun lalu. Karya-karya selanjutnya, belum pernah lagi saya baca. Bukan
karena kualitas novelnya menurun, ya. Hanya saja saya –sepertinya- berganti
minat pada tema-tema buku bacaan yang beredar. Mungkin saja saya sudah berubah
(?)
Tahun
ini, saya sedang gemar-gemarnya membaca dan mengoleksi buku-buku tentang
perjalanan. Setidaknya dari buku bertema perjalanan, saya juga bisa mendapat
informasi tentang sejarah dan pergerakan di masa lampau. Meski sebenarnya saya akui,
mengapa bukan dari dulu saya mempelajarinya. Hal ini mungkin juga menjadi
alasan mengapa saya memilih tugas akhir yang berdesain “penelusuran di masa lampau”,
atau bahasa kerennya Cohort Retrospective.
Menelusuri jejak atau riwayat orang di masa lampau –paling tidak- membuat
saya semakin sadar bahwa gaya hidup di masa lampau sangat mempengaruhi masa sekarang.
Ini menjadi pengingat bagi saya yang belum bisa mengurangi intake caffeine ke dalam tubuh. Hehe
Tugas
akhir ini juga memberikan saya harapan baru, bahwa kelak semoga saya mampu
menulis sebuah buku bertajuk epidemiologi seperti kesederhanaan bapak Sopiyudin
Dahlan meramu kata-kata perumpamaan dalam beberapa buku statistiknya sehingga
saya yang kadang telat mikir ini mampu menyelesaikan analisis tugas akhir
dengan baik (terharu…!). Semoga ke depannya saya bisa bertatapan langsung
dengan beliau, setelah beberapa bulan yang lalu saya tidak sempat menghadiri
pelatihannya.
Akhirnya,
bulan kemerdekaan ini turut pula memberikan kado kemerdekaan kepada saya dan
teman-teman. Kado ini saya terima sembari memanjatkan do’a penuh harap agar
tugas akhir saya bermanfaat sebaik-baiknya. Do’a yang sama sebagaimana Ustadz
Salim A.Fillah mengakhiri karya emasnya “Lapis-Lapis Keberkahan”.
“Ya Allah, jadikan tiap huruf yang mengalir dari jemari ini butir dzarrah kemuliaan, yang berantai-rantai mengalirkan pahala kebajikan. Ya Allah, jadikan tiap kata yang berbaris mesra di kalimatku ini tali temali keberkahan, yang menghubungkanku dengan ridha-Mu di tiap helaan”.Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin...
Bagian yang
paling mengharukan dalam sebuah tugas akhir adalah penulisan kata pengantar. Sebab
berkat adanya kata pengantar, kata-kata yang tak mampu terucap langsung bisa
tertuang, berjejer rapi di sana.
Selamat..selamat..selamat :)
ReplyDeleteTitip selamat juga buat empunya blog tetangga..
Titip selamat juga buat kawan kawan seperjuangan yang katanya 'merdeka' di bulan ini..
Saya terkadang bingung, kenapa para wanita mengidolakan aktor2 hiburan, KPOP, dll. Sama halnya kenapa masyarakat bingun dan bertanya2 ketka melihat seorang laki2 memutuskan untuk memanjangkan jenggot. Apakah karena kebodohanku sehingga saya tidk bisa mendaptkan jawabannya ataukah karena banyak manusia zaman sekarang yang pragmatis dlm memanrang sesuatu. Semoga ini hanyalah sebuah pengantar, bukan akhiran.
ReplyDeleteSELAMAT. :)